Selasa, 24 Februari 2009

Bank Mengerem Target Kredit, Industri Lokal Terancam

JAKARTA, RABU - Industri dalam negeri bisa semakin terpuruk jika niat perbankan mengerem penyaluran kredit benar terbukti. Tahun ini, perbankan menargetkan pertumbuhan kredit hanya 15 persen atau lebih kecil dari tahun lalu sebesar 31 persen.

Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris menilai, rendahnya target pertumbuhan kredit itu menjadi pertanda bahwa saat ini pengusaha tak bisa berharap pada perbankan. Ini bisa membuat kinerja ekspor dan industri nasional menurun. "Mudah-mudahan, penurunan ini terjadi tidak menyeluruh pada sektor yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan industri serta pertumbuhan ekspor," kata Fahmi Idris, Selasa (24/2).

Fahmi menyadari, dalam kondisi seperti sekarang, wajar jika perbankan mematok target pertumbuhan kredit yang konservatif. Tapi, ia berharap perbankan tak mematok penurunan pertumbuhan kredit sepanjang tahun. "Jika ada perubahan di pertengahan tahun, mungkin mereka bisa sesuaikan," katanya.

Saat ini, industri dalam negeri perlu dukungan untuk bertahan, antara lain lewat dukungan permodalan. "Untuk mempertahankan pasar saja dibutuhkan modal cukup besar," ujar Fahmi.
Tanpa dukungan perbankan, bukan tak mungkin pasar dalam negeri bakal kembali diisi barang impor. Artinya, kebijakan pemerintah memperketat produk impor masuk seperti sepatu, makanan dan minuman, elektronika, baja, mainan anak dan tekstil bakal sia-sia.

Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan perbankan belum cukup memberikan dukungan bagi industri. "Seharusnya, perbankan kembali ke fungsi aslinya sebagai mediasi," ujarnya.

Eddy menilai, perbankan masih bersikap diskriminatif terhadap pengusaha lokal. Buktinya, bank lebih mudah mengucurkan kredit bagi pengusaha asing, meski risiko keduanya tetap sama. Eddy minta pemerintah lebih tegas menekan perbankan agar berpihak pada industri.

"Harusnya, ada tekanan kepada direksi bank," tandas Eddy. (Azis Husaini, Nurmayanti/Kontan)

Tidak ada komentar: