Minggu, 30 November 2008

Inventarisasi Kandungan Minyak Dalam Bitumen Padat Daerah Padang lawas Sumatra Utara - Coal - Batubara

Inventarisasi Kandungan Minyak Dalam Bitumen Padat Daerah Padanglawas

INVENTARISASI KANDUNGAN MINYAK DALAM BITUMEN PADAT DAERAH PADANGLAWAS, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATRA BARAT
S. M. Tobing
Kelompok Program Penelitian Energi Fosil

ABSTRACT
The aim of this exploration is to study the geological condition, lithological sequence, the thickness of the seam and the hydrocarbon content of the oil shale rocks in the formation.

Stratigraphically the study area composed mainly by several tertiary sedimentary sequence rock formations such as Lower and Upper Telisa, Airbenakat, Kasai and Alluvial deposits. The Lower Telisa Formation lies unconformable covered the pre tertiary Kuantan Formation, while all the other tertiary rock formations lie underlying conformably respectively. Most of the tertiary formations affected by the tectonic process to form anticline – syncline structures towards the Northwest – Southeast direction.

The geological and the drilling data show that the oil shale rocks only occurred in the Tertiary Upper Telisa Formation. The total thickness of the single oil shale bed up to 144.10 m thick. The distribution of the oil shale in the Upper Telisa Formation follows the assimetry sincline structure with its dips between 20o – 70o.
The former petrographic analyses show that all of the samples contain lamalginite and telalginite. The vitrinite reflectance ranging from Rvmean 0.25 – 0.35%. The average result of oil shale samples retorted, is 21 l/ton. It is believed that the Upper Telisa Formation is the oil shale-bearing formation and is also at least to be the source of the hydrocarbon.

The oil shale rock and the result of the oil/hydrocarbon resources calculated in the investigated area is divided into four blocks. The area of the Block I – IV is estimated around 2,018,873 m2 (52.635.447 barrel); Block II is 5.255.552 m2 (137.021.165 barrel); 4.215.551 m2 (121.158.912 barrel) and 2.058.082 m2 (59.151.218 barrel), respectively.

S A R I

Penyelidikan endapan serpih bitumen di daerah Padanglawas dan sekitarnya, Kabupaten Dharmasraya, Propinsi Sumatra Barat adalah untuk mengetahui kandungan minyak yang terdapat di dalam formasi pembawanya.

Stratigrafi daerah penyelidikan terdiri dari batuan sedimen tersier yaitu Formasi Telisa Bawah dan Atas, Airbenakat, Kasai dan Alluvial. Formasi Telisa Bawah terletak tidak selaras di atas Fm. Kuantan, sementara semua formasi yang lain masing-masing terletak selaras satu sama yang lain. Semua batuan sedimen tersier dipengaruhi oleh proses tektonik membentuk struktur antiklin dan sinklin berarah Baratlaut – Tenggara.
Berdasarkan pemetaan geologi dan data pemboran menunjukkan bahwa lapisan serpih bitumen hanya ditemukan pada Fm. Telisa Atas. Total ketebalan lapisan tunggal serpih bitumen sekitar 144,10 m. Penyebaran endapan lapisan serpih bitumen di dalam Fm. Telisa Atas mengikuti sayap sinklin asimetri dengan arah Baratlaut – Tenggara dengan kemiringan 20o – 70o.

Sumber daya batuan dan minyak/hidrokarbon di daerah penyelidikan dibagi menjadi empat blok perhitungan. Luas daerah dan sumber daya minyak pada keempat Blok I – IV masing-masing adalah 2.018.873 m2 (52.635.447 barrel); 5.255.552 m2 (137.021.165 barrel); 4.215.551 m2 (121.158.912 barrel) dan 2.058.082 m2 (59.151.218 barrel).

PENDAHULUAN

Salah satu kebijaksanaan pemerintah di bidang energi adalah intensifikasi yaitu survei dan eksplorasi sumber-sumber energi dalam upaya untuk mengetahui secara lebih mantap potensi sumber daya energi yang ada, dan untuk mengurangi ketergantungan kepada minyak dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri serta meningkatkan penganekaragaman penggunaan berbagai jenis energi. Dalam hal ini serpih bitumen adalah salah satu sumber energi yang dapat memegang peranan penting di masa yang akan datang.

Inventarisasi dilakukan dengan pemboran dan pemetaan geologi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan minyak di dalam endapan serpih bitumen dengan tujuan untuk mengetahui potensi sumber dayanya. Bahan galian lain yang ada menurut informasi terdahulu adalah batubara.

Secara geografis daerah penyelidikan terletak di dalam Lembar Peta Topografi No. 0814-64 dan 0815-32, skala 1 : 50.000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal, tepatnya terletak diantara koordinat 0o55´00” - 1º10”00’LS dan 101º 40´ – 101º 55´ BT (Gambar 1.)

KEADAAN GEOLOGI

Robinson dan Kamal (1988) menekankan penyelidikannya pada batuan pengandung ‘oil shale’ atau batuan sumber minyak bumi. Koesoemadinata dan Matasak (1981) membahas tentang tatanan stratigrafi dan pola sedimentasi batuan Tersier Bawah di Cekungan Ombilin yang dikenal sebagai cekungan penghasil batubara.

Pada Akhir Kapur terjadi pensesaran batuan dasar yang menghasilkan struktur ‘horst’ dan ‘graben’. Selama Eosen - Oligosen terjadi sedimentasi pada bagian ‘graben’ (de Coster 1974). Sedimen ini terutama terdiri dari klastika kasar dengan sisipan batulumpur dan serpih bitumen. Pada zona-zona graben terjadi pembentukan serpih bitumen dan perkembangannya dikontrol oleh penurunan daratan secara perlahan. Hal ini mengakibatkan perluasan cekungan sedimentasi terutama ke arah Timur dan Barat. Pada waktu tertentu, cekungan berhubungan dengan laut terbuka dan disertai oleh pengendapan sedimen laut. Sejak pertengahan Miosen sedimen laut dangkal dan payau berkembang. Lapisan serpih bitumen dari Fm. Telisa dan atau Fm. Gumai berasal dari substansi organik yang terbentuk selama waktu itu di daerah rawa – laut dangkal.

Stratigrafi Regional

Secara regional Carnell dkk, (1998) menyusun stratigrafi cekungan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Silitonga P. H dan Kastowo (1995), membagi Fm. Telisa menjadi dua anggota yaitu Anggota Telisa Bawah dan Anggota Telisa Atas. Sedangkan di bagian selatan, Anggota Telisa Bawah dinamakan sebagai Fm. Talangakar dan Anggota Telisa Atas sebagai Fm. Gumai (Rosidi, dkk., 1996).

Batuan tertua yang terdapat di daerah penyelidikan adalah kelompok batuan Pra Tersier yaitu Fm. Kuantan (Fm. Barisan di bagian selatan) terdiri atas Anggota Bawah, Anggota Batugamping dan Anggota Filit dan Serpih. Ketiganya juga berperan sebagai batuan dasar dari Cekungan Sumatra Tengah.

Batuan sedimen tersier tertua di daerah inventarisasi adalah Fm. Telisa Bawah (Fm. Talangakar) dengan kedudukan tidak selaras di atas Fm. Kuantan. Formasi ini disusun terutama oleh napal lempungan, batupasir, tuf, breksi dan batupasir glaukonit, dan sisipan batubara. Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai) terutama terdiri dari serpih, batugampingnapalan dengan sisipan tuf andesit.

Selaras di atas Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai) secara berturut-turut diendapkan Fm. Air Benakat, Fm. Muara Enim dan Fm. Kasai.

Geologi Daerah Inventarisasi
Morfologi daerah inventarisasi dibagi menjadi dua satuan yaitu Satuan Morfologi Pematang dan Satuan Morfologi Pedataran. Satuan Morfologi Pematang dibangun oleh deretan perbukitan yang mempunyai sudut lereng curam berkisar dari 45º – 60º dan berada pada ketinggian antara 150 m dan 300 m di atas muka laut. Satuan ini dibentuk terutama oleh batuan Pra Tersier.

Satuan Morfologi Pedataran merupakan daerah lembah yang cukup lebar di antara morfologi pematang. Satuan ini berada pada ketinggian antara 50 m – 150 m dan dibangun oleh batuan sedimen-sedimen Tersier dan endapan aluvium.

Stratigrafi Daerah Inventarisasi
Batuan tertua yang terdapat di daerah penyelidikan adalah kelompok batuan metamorf dan metasedimen yang menempati bagian barat lembar peta. Kedua kelompok batuan itu disebut sebagai batuan dasar, dan oleh Silitonga (1995) dinamakan Fm. Kuantan yang terdiri dari tiga anggota yaitu Anggota Bawah, Anggota Batugamping dan Anggota Filit dan Serpih. Formasi ini di beberapa tempat diterobos oleh batuan beku granit.
Tidak selaras di atas kelompok batuan dasar diendapkan Fm. Telisa Bawah (Fm. Talangakar) yang terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan sisipan batulempung dan batubara. Batuan-batuan pembentuk formasi ini umumnya mengandung material volkanik berumur Oligosen sampai Miosen Awal. Selaras di atasnya diendapkan Fm. Telisa Atas (Fm. Gumai) yang disusun oleh serpih coklat, batupasir dan batulempung hijau berumur Miosen Awal. Selanjutnya di daerah ini diendapkan Fm. Air Benakat yang terdiri dari perselingan batulempung, batupasir yang kadangkala mengandung glaukonit dan serpih. Ketiga formasi ini menunujukkan pengendapan fase transgresi dari darat sampai laut dalam. Selaras di atas Fm. Air Benakat diendapkan Fm. Kasai yang memperlihatkan sedimentasi fase regresi.

Dari semua formasi sedimen Tersier ini yang bersifat pembawa serpih bitumen adalah Fm. Telisa Atas, sedangkan Fm. Telisa Bawah bertindak sebagai pembawa batubara (Tabel 1).

Struktur yang terdapat di daerah inventarisasi adalah lipatan dan sesar. Struktur lipatan terdiri dari sinklin dan antiklin yang berarah Baratlaut – Tenggara dan penunjaman ke arah Baratlaut dan Tenggara. Struktur lipatan ini mempunyai sayap-sayap yang tidak simetri dan besar kemiringan berkisar antara 10º dan 15º di bagian utara dan antara 25o dan 70o di bagian selatan.

Struktur sesar sebagai hasil penafsiran adalah sesar mendatar dan sesar naik. Sesar mendatar berarah Timurlaut – Baratdaya yang memotong batuan Pre Tersier dan Tersier. Sesar naik dengan arah Baratlaut – Tenggara dan bidang sesar mengarah ke Timurlaut menyingkap batuan PreTersier.

HASIL INVENTARISASI

Penyelidik terdahulu sudah menginformasikan keberadaan endapan serpih bitumen di daerah penyelidikan. Tobing, S. M., (2000) menyatakan bahwa data singkapan serpih bitumen yang ada diduga mempunyai ketebalan >300 m. Ilyas, S., (2003) dalam penyelidikannya terhadap endapan batubara menginformasikan juga bahwa lapisan endapan serpih bitumen cukup tebal. Keterdapatan lapisan serpih bitumen di daerah inventarisasi melalui singkapan-singkapan yang ada sangat sulit untuk mengetahui dan mengukur ketebalannya, karena batas singkapan lapisan bagian atas maupun lapisan bagian bawahnya sangat tidak jelas oleh karena karakteristik batuan berupa batulempungan mengalami pelapukan dan cenderung gradasional.

Melihat tebalnya lapisan serpih bitumen dari singkapan-singkapan, Tobing, S. M. (2005) melakukan pemboran di daerah bagian Baratlaut daerah penyelidikan. Diinformasikan bahwa ketebalan lapisan serpih bitumen mencapai 191,90 meter dengan rata-rata kemiringan lapisan 260.

Pada kegiatan ini, pemboran dilakukan pada Fm. Telisa Atas sebagai formasi pembawa serpih bitumen membuktikan keberadaan dan ketebalan lapisan serpih bitumen tersebut. Pemboran dilakukan pada 3 (tiga) titik dengan kedalaman titik bor masing-masing adalah BH-01 = 53,0 m, BH-02 = 102,0 m, dan BH-03 = 59,60 m (Gambar 3). Pada titik BH-03 lapisan batubara ditemukan mulai pada kedalaman 47,60 m setebal 0,80 m. Lapisan batubara ini merupakan indikasi batas antara Fm. Telisa Bawah dan Fm. Telisa Atas (Ilyas, 2003), dan diinterpretasikan sebagai batas formasi. Total ketebalan semu lapisan serpih bitumen dari hasil pemboran adalah 144,10 m. Singkapan-singkapan serpih bitumen dijumpai mulai dari permukaan yang hanya ditutupi oleh tanah lapuk sebagai penutup lapisan. Kemiringan berkisar dari 20º - 68º. Serpih batuan berwarna coklat muda sampai coklat tua, berlembar, kaya material organik dan menghasilkan aroma khas aspal/minyak bila dibakar. Belum dapat diketahui dengan pasti berapa ketebalan maksimum endapan serpih bitumen di dalam Fm. Telisa Atas. Hasil pemetaan singkapan serpih bitumen menunjukkan distribusi atau arah penyebarannya menerus dari baratlaut ke arah tenggara. Lapisan endapan serpih bitumen terletak pada sayap-sayap sinklin asimetris, memanjang searah dengan arah formasi batuan. Distribusi sebaran serpih bitumen di daerah penyelidikan dapat dilihat dalam Gambar 4.

Kualitas Serpih Bitumen
Kualitas serpih bitumen ditentukan berdasarkan analisa ‘retorting’ dan petrografi organik. Sebanyak 110 conto serpih bitumen sedang dianalisis untuk mengetahui kandungan minyaknya. Oleh karena analisis masih dalam proses, kualitas serpih bitumen mengacu kepada hasil informasi terdahulu.

Dalam laporannya, Tobing, S. M., (2000; 2005) menginformasikan hasil analisa petrografi serpih bitumen mengandung ganggang (algae) dan beberapa material organik yang amorf. Tingkat kematangan batuan adalah ‘immature’ dengan vitrinit refleksi Rv mean 0,22 – 0,36%. Conto-conto yang dianalisis mengandung alginit berupa lamalginit dan telalginit (Botryococcus) dengan jumlah yang bervariasi. Maseral-maseral tersebut dipercaya oleh para ahli ‘petrography source rock’ sebagai sumber hidrokarbon yang potensial. Demikian juga hasil analisis retorting serpih bitumen mengandung minyak berkisar dari 5 – 40 liter per ton batuan.

Sumber Daya Serpih Bitumen
Berdasarkan data singkapan, data pemboran, dan distribusi sebaran, maka ketebalan lapisan serpih bitumen di seluruh blok perhitungan diasumsikan sama setebal 191,90 m.
Untuk perhitungan sumber daya, kandungan minyak ‘mean’ dalam serpih bitumen diasumsikan 21 liter per ton batuan (in situ) dengan berat jenis batuan 2,35. Perhitungan kandungan minyak dalam tiap blok dapat dilihat dalam Tabel 4.
Perhitungan luas daerah inventarisasi dibagi ke dalam 4 (empat) blok. Masing-masing blok (Gambar 4) dibatasi berdasarkan struktur-struktur dan keyakinan geologi. Berdasarkan klasifikasi SNI tentang sumber daya, maka Blok I dan Blok IV adalah sebagai sumber daya hipotetik. Sedangkan pada Blok II dan Blok III adalah sumber daya tereka.

Dalam Tabel 4 dapat dilihat total sumber daya batuan pada Blok I dan Blok IV adalah sebesar 846.384.754 ton dengan total luas sekitar 4.076.955 m2. Sumber daya batuan pada Blok II dan Blok III adalah 1.954.792.018 ton dengan luas sekitar 9.471.103 m2.
Bila diasumsi kandungan minyak relatip sama pada semua batuan dan pada semua lapisan sekitar 21 liter per ton pada masing-masing blok, maka sumber daya minyak di dalam Blok I dan IV adalah sebesar 111.786.665 barrel minyak mentah (hipotetik). Total sumber daya minyak di dalam Blok II dan III adalah sebesar 258.180.077 barrel minyak mentah (tereka).

Endapan Batubara

Formasi Telisa Bawah adalah formasi pembawa batubara. Menurut Ilyas, S., (2003) sebaran batubara ditemukan di bagian utara daerah inventarisasi. dibagi menjadi dua blok, yaitu Blok Pedulangan dan Blok Bukittujuh. Di Blok Pedulangan lapisan batubara terdiri dari tiga lapisan dinamakan Seam Pedulangan, Seam Tiu I dan Seam Siasam (Seam Tiu II). Seam Pedulangan merupakan lapisan batubara paling bawah dengan total ketebalan 4,10 m yang terdiri dari lima lapisan. Tebal lapisan berkisar dari 0,15 m sampai 2,07 m. Sudut kemiringan kurang dari 10º - 15º. Seam Tiu I merupakan lapisan tunggal dengan satu lapisan pengotor lempung batubaraan, tebal 0,25 m. Ketebalan terukur singkapan 3,25 - 6,0 m. Seam Siasam merupakan batas atas Fm. Telisa Bawah dan Fm. Telisa Atas. Lapisan batubara terdapat dalam batulempung berwarna hijau, tebalnya 0,25 - 0,50 m.

Terdapat dua lapisan batubara di daerah Bukittujuh yang menempati struktur antiklin berarah Baratlaut – Tenggara. Seam Bukittujuh 1 berwarna hitam kecoklatan, kusam dan menyerpih, tebal 0,25 m. Seam Bukittujuh 2 tersingkap menempati kedua sayap antiklin. Tebal lapisan 0,80 m dalam batulempung, kemiringan lapisan 10º - 35º.
Batubara Seam Pedulangan, mengandung abu 20,3 – 38,3% dan belerang 0,4 – 1,88%. Nilai kalori antara 4.125 – 5.900 kal/gr. Kandungan abu Seam Tiu I : 15,6 – 24,1%, belerang 0,35 – 0,37% dan nilai kalori 5.875 – 6.440 kal/gr. Sedangkan Seam Tiu II atau Seam Siasam mengandung abu 19,8%, belerang 5,68% dan nilai kalori 3.970 – 4.030 kal/gr. Seam Bukittujuh II mengandung abu 5,1 – 37,1%, belerang 1,9% dan nilai kalori 4.125 – 6.565 kal/gr. Sumber daya batubara di Blok Pedulangan sekitar 105,7 juta ton sedangkan di Blok Bukittujuh sekitar 2,7 juta ton.

Prospek dan Kendala Pemanfaatan

Sumber daya serpih bitumen di daerah inventarisasi sangat besar dengan ketebalan lapisan mencapai lebih dari 100 m. Oleh karena itu kandungan minyak yang dapat di’retorting’ mempunyai peluang untuk dikembangkan bila mempunyai nilai ekonomis dengan kondisi saat ini. Batubara yang terdapat di bagian utara daerah inventarisasi dapat dipertimbangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah.

Ditinjau dari infrastruktur yang sudah ada berupa jalan raya, dengan adanya perkebunan kelapa sawit dan perkebunan coklat, dengan sendirinya daerah tersebut merupakan daerah yang relatip sudah terbuka meskipun kondisi jalan masih merupakan jalan tanah yang diperkeras dimana pada waktu musim hujan sangat sulit dilalui kendaraan. Lagipula daerah penyelidikan dekat dengan poros jalur lintas sumatra.
Kendala utama dalam eksploitasi kedua komoditi tersebut adalah tumpangtindihnya lahan keterdapatannya dengan lahan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan coklat yang sudah dalam tahap produksi.

KESIMPULAN

Formasi Telisa Atas adalah formasi utama pembawa endapan serpih bitumen yang menempati struktur sinklin berarah Baratlaut – Tenggara dan kemiringan 25º - 68º.
Ketebalan lapisan serpih bitumen mencapai 144,10 m.

Formasi pembawa batubara adalah Fm. Telisa Bawah. Total sumber daya batubara di Blok Pedulangan sekitar 105,7 juta ton dan di Blok Bukittujuh sekitar 2,7 juta ton.
Kandungan minyak dalam batuan serpih bitumen berkisar dari 5 – 40 liter per ton batuan (in situ). Rata-rata 21 liter per ton batuan.

Luas daerah pada Blok I = 2.018.873 m2 dan Blok IV = 2.058.082 m2 . Luas daerah pada Blok II = 5.255.552 m2 dan Blok III = 4.215.551 m2.
Total sumber daya minyak in situ (Blok I dan Blok IV) = 111.786.665 barrel (hipotetik), dan sumber daya minyak di Blok II dan Blok III = 258.180.077 Barrel (tereka).

Daerah inventarisasi hampir seluruhnya merupakan daerah perkebunan kelapa sawit yang telah berproduksi.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada pemerintah Kabupaten Dharmasraya atas bantuan yang diberikan. Tidak lupa ucapan terimakasih disampaikan kepada pihak managemen dan staf lapangan PT. Sumbar Andalas Kencana yang telah memberikan ijin dan sarana di lapangan. Kepada kolega di Pokja Energi Fosil khususnya di bidang dokumentasi dan komputer disampaikan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Carnell, A., Butterworth, P., Hamid. A., Livsey, A. Barton, J., and Bates, C., 1998. The brown shale of Central Sumatra: a detailed geological appraisal of a shallow lacustrine source rock. Proceedings Indonesian Petroleum Association. 26th Annual Convention, Jakarta.
De Coster, G.L., 1974. The Geology of The Central and South Sumatra Basin. Proceeding Indonesia Petroleum Association, 4th Annual Convention.
Holcombe, C.J., 1972. Report on a Survey of Coal Prospects in Central Sumatra, PT. Rio Tinto Indonesia, Report No. 198. (Unpublished).
Ilyas, S., 1989. Laporan Survei Tinjau Sumber Daya Batubara Daerah Kuantan Mudik, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau. Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.
Ilyas, S., 2003. Laporan Inventarisasi Batubara Kawasan Lintas Propinsi di Daerah Padanglawas, Kabupaten Sawahlunto – Sijunjung, Propinsi Sumatra Barat dan Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Robinson , K. M., and Kamal, A., (1988). Hydrocarbon generation, migration and entrapment in the Kampar Block, Central Sumatra. Proceedings of the Indonesian Petroleum Association. pp. 211 - 256.
Rosidi, H. M. D., Tjokrosapoetro, S., Pendowo, B., Gafoer, S., dan Suharsono, 1996. Peta Geologi Lembar Painan dan Bagian Timurlaut Lembar Muarasiberut, Sumatra. Skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Silitonga, P.H., dan Kastowo, 1975. Peta Geologi Lembar Slok, Sumatra. Skala 1 : 250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
Tobing, S.M., 2000. Laporan Survei Pendahuluan Endapan Bitumen Padat di Daerah Sijunjung, Propinsi Sumatra Barat. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.
Tobing, S. M. 2005. Laporan Inventarisasi Bitumen Padat dengan ‘outcrop drilling’ di daerah Sungai Dareh, Kabupaten Sawahlunto – Sijunjung, Propinsi Sumatra Barat. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung.

BEIJING – A coal mine blast in northern China killed 15 miners and three rescuers died in a cave-in Monday morning.

BEIJING – A coal mine blast in northern China killed 15 miners and three rescuers died in a cave-in Monday morning.

China's coal mines are the world's deadliest. Coal is hugely important in China, feeding two-thirds of the economy's energy demand.

Fifteen miners were confirmed dead after the gas explosion Sunday afternoon in the Changlong Coal Mine in Heilongjiang province, the state-run Xinhua News Agency said. Twenty-five people were in the mine but 10 escaped.

The cause of the explosion in Qitaihe city is still under investigation, Xinhua said.

The report said three of the more than 100 rescuers at the site were killed in Monday's cave-in.

Heilongjiang and company officials could not be reached immediately Monday.

Last year, 3,786 miners were killed in China's coal mines, with 80 percent of the deaths at small operations like the privately owned Changlong mine, which Xinhua said produces 40,000 tons a year.

Under a government safety campaign, new mines that plan to produce less than 300,000 tons a year will not be given approval to open.

New Wave Marketing : "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case

“Citizens” atau “Criminals”? Itulah kalimat yang tertera pada sebuah billboard di kawasan Times Square, New York, Amerika pada pertengahan 2007 lalu. Di tengah-tengah billboard itu ada gambar sekelompok pemuda imigran ilegal dari Meksiko yang sedang berhadapan dengan sejumlah polisi.



Rupanya ini adalah billboard dari BBC World yang dipasang sebagai bagian dari kampanyenya di Amerika. Billboard ini memang cukup unik karena melibatkan orang yang melihat billboard ini untuk menentukan, apa makna gambar tadi bagi mereka.



Jadi, kalau para pemuda Meksiko tadi dianggap sebagai warganegara, audiens billboard ini bisa mengirim SMS dengan angka “01” ke nomor 47647. Sementara kalau dianggap kriminal, SMS yang dikirim angkanya “02”. Di billboard tadi juga ada display digital yang menunjukkan berapa banyak suara (vote) yang masuk untuk masing-masing pilihan secara real time.



Inilah contoh bagaimana sebuah perusahaan bisa melibatkan pelanggannya dalam menentukan makna dan karakter dari mereknya.



Dengan memasang billboard interaktif seperti itu, BBC World seakan ingin menegaskan posisinya yang netral dalam meliput berita. Pelangganlah—dalam hal ini pemirsa televisi, pembaca situs, atau pendengar radio BBC World—yang menentukan makna berita yang diliput itu.



Selain foto pemuda Meksiko dan polisi tadi, ada tiga versi lainnya dari billboard ini. Pertama adalah foto sejumlah tentara Amerika yang sedang berperang di Timur Tengah dengan pilihan “Occupier” atau “Liberator”. Versi kedua yang menampilkan foto bendera negara China dengan pilihan “Befriend” atau “Beware”. Dan yang ketiga ada foto seorang petugas kesehatan berseragam lengkap membawa dua ekor ayam mati dengan pilihan “Imminent” atau “Preventable”.



Bisa dilihat bahwa isu-isu yang diangkat merupakan isu-isu yang sedang hangat saat itu dan sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kota besar di Amerika seperti New York.



Billboard interaktif dari BBC World inilah yang merupakan contoh dari apa yang disebut sebagai Citizen Brand.



Istilah Citizen Brand ini dikemukakan oleh Marc Gobe, pakar brand yang berasal dari New York. Ini merupakan paradigma bahwa merek bukanlah milik perusahaan, namun merupakan milik masyarakat. Citizen Brand ini berupaya untuk mendapatkan dan mempertahankan relasi emosional jangka panjang dengan komunitas dan masyarakat di sekitarnya.



Gobe yang juga menulis buku Emotional Branding ini berpendapat bahwa saat ini sebuah merek tidak bisa lagi statis dan ditetapkan secara sepihak oleh perusahaan.



Sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, seperti serangan teroris 9/11 dan perang di Timur Tengah, turut membentuk pola pikir orang terhadap merek. Peristiwa tersebut mengubah cara kita melakukan bisnis dan juga cara kita merasa dan berpikir (feel and think).



Merek-merek yang berasal dari Amerika misalnya, mendapat pengaruh yang tidak sedikit dari berbagai peristiwa tersebut. Pengaruhnya ini bisa memperkuat atau justru memperlemah merek yang bersangkutan. Padahal perusahaannya sendiri tidak terkait langsung dengan peristiwa itu.



Citizen Brand ini menekankan pentingnya pemahaman bahwa pelanggan lebih dari sekadar konsumen. Sebuah merek harus melihat konsumen sebagai seorang manusia yang tidak hanya butuh kualitas semata, tetapi juga membutuhkan merek yang bisa memberikan ketenangan dan kontribusi bagi perkembangan lingkungan sekitar dan dunia secara keseluruhan.



Inilah yang menunjukkan terjadinya proses horisontalisasi di era New Wave Marketing. Masyarakatlah—bukan perusahaan—yang menentukan, seperti apakah karakter sebuah merek.



Kalau di era Legacy Marketing kita mengenal konsep Brand Equity dari David Aaker yang terdiri dari Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Proprietary Assets, dan Brand Loyalty; maka di era New Wave Marketing istilahnya menjadi Character Meaning.



Character Meaning ini terdiri dari Character Presence, Character Connection, Perceived Relevance, Other Ownership Assets, dan Character Advocacy.



Maka, orang bukan hanya harus sadar (aware) terhadap merek itu, namun juga harus merasakan kehadirannya (presence). Bukan hanya bisa melihat asosiasi, namun juga merasakan koneksi dengan merek tersebut. Bukan hanya bisa menilai kualitas, namun juga merasakan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Dan bukan hanya loyal, namun juga mampu menjadi pendukung setia merek tersebut.



Sebuah merek memang akan bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu. Di era New Wave Marketing ini, perusahaan tidak bisa lagi membangun mereknya sendirian, namun harus melibatkan pelanggan untuk membangun karakternya.




-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --



Hermawan Kartajaya

New Wave Marketing : It's not Brand anymore, It's Character!

TAHUKAH Anda, dari mana istilah opera sabun (soap opera) itu muncul? Ternyata istilah ini mulai ada sejak tahun 1930-an. Waktu itu Procter & Gamble (P&G) memproduksi dan mensponsori opera radio pertama. Nah, P&G ini sudah lama dikenal sebagai produsen sabun. Sabun Ivory misalnya, sudah dipasarkan P&G sejak tahun 1880-an. Pada tahun 1890-an, P&G bahkan sudah memproduksi lebih dari 30 jenis sabun.



Jadi, ketika P&G mensponsori opera radio tadi, orang pun lantas menyebutnya dengan istilah “opera sabun.” Opera radio ini memang ditujukan untuk ibu-ibu rumah tangga, sehingga disiarkan pada siang hari. Ketika televisi mulai populer pada tahun 1950-an sampai 1960-an, opera sabun ini pun pindah ke media televisi dan tetap secara rutin disponsori merek-merek dari P&G seperti deterjen ”Tide”, shampo ”Prell”, pasta gigi ”Crest”, pelembut pakaian ”Drowny”, atau popok bayi ”Pampers”.



Dengan mempopulerkan merek-mereknya secara massal seperti ini, maka bisa dibilang bahwa P&G-lah yang menjadi pelopor dalam konsep Brand Management.



Brand Management ini merupakan bagian dari Marketing Trilogy selain Product Management dan Customer Management.



Product Management menjadi konsep pertama yang lahir. Ketika itu orang belum terlalu mengenal pentingnya pengelolaan merek karena pesaing masih sedikit. Product Management ini membahas antara lain tentang product lifecycle (PLC). Jadi, di sini intinya adalah bagaimana caranya sebuah perusahaan mengelola produknya sehingga tidak menurun penjualannya (decline).



Setelah itu, orang mulai bicara soal Brand Management. Pesaing mulai bermunculan, media massa juga mulai tumbuh dan berkembang. Karena itulah perusahaan memerlukan pengelolaan merek untuk menjadikan produknya lebih dikenal orang; seperti yang dilakukan P&G tadi.



Dan terakhir, seiring dengan perkembangan teknologi, lahirlah Customer Management. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk mengenali pelanggannya dengan lebih detil. Dengan demikian perusahaan juga bisa melakukan up-selling dan cross-selling kepada pelanggan sesuai dengan profil pelanggan tersebut.



Di sinilah mulai dikenal konsep customer-centric yang pada intinya produsen berupaya menyediakan produk-produk yang dibutuhkan pelanggan, bukan lagi menyodorkan produk kepada pelanggan dengan anggapan bahwa pelanggan akan membelinya begitu saja.



Itulah sekilas tentang apa yang disebut sebagai Marketing Trilogy.



Sekarang kembali ke soal Brand Management. Perusahaan melakukan langkah pengelolaan merek ini untuk meningkatkan value terhadap produk atau jasa yang ditawarkan. Merek inilah yang pada akhirnya akan menjadi ”pembeda” antara satu produk dengan produk lainnya di mata pelanggan sesuai value-nya.



Sekali lagi saya ulangi, value ini—atau lengkapnya customer value karena ditinjau dari sudut pandang pelanggan—definisinya adalah hal-hal yang diterima pelanggan ketika membeli produk dibandingkan apa yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut.



Manfaat yang diterima ini berupa manfaat fungsional dan manfaat emosional. Sementara pengeluaran pelanggan berupa harga produk tersebut dan pengeluaran-pengeluaran lain yang harus dikeluarkan pelanggan.



Jadi, kalau dibilang sebuah produk memiliki value tinggi, artinya manfaat yang diterima lebih besar dibanding pengeluaran yang harus dibayar pelanggan.



Bisa saja sejumlah produk manfaat fungsionalnya sama atau tidak jauh berbeda, namun karena manfaat emosional yang dirasakan pelanggan berbeda, maka sebuah produk harganya bisa jauh lebih mahal ketimbang yang lain. Nah, merek inilah yang bisa meningkatkan manfaat emosional kepada sebuah produk.



Namun, pada era New Wave Marketing, istilah yang lebih tepat bukan lagi brand atau merek, tapi Character.



Layaknya manusia, karakter ini pada dasarnya sama dan tetap, sesuai dengan DNA-nya. Seseorang bisa gonta-ganti baju, mengubah potongan rambut, atau bahkan melakukan operasi plastik, namun tetap saja DNA-nya tidak bisa berubah.



Begitu juga merek. “Baju” atau kemasannya bisa berganti-ganti, namun kita tetap akan bisa mengenali karakternya.



Lihat saja logo MTV. Tidak ada logo yang baku, selalu berubah-ubah. Namun, kita tetap bisa mengenali bahwa itu merupakan merek dari MTV.



Contoh lain adalah avatar kita yang ada di Yahoo! Messenger. Avatar ini bisa kita ganti setiap saat dengan gambar apa saja, namun tetap saja teman chatting akan mengenali kita.



Kalau sudah begini, mungkin tidak lagi diperlukan brand book atau brand manual. Biarkan kemasan merek kita berubah-ubah, yang penting karakternya tetap. Kedinamisan ini sekaligus menunjukkan semangat muda kita. “Muda” dan “dinamis” inilah yang menunjukkan paradigma horisontal di era New Wave Marketing.



-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --


Hermawan Kartajaya

New Wave Marketing : It's not Service anymore, It's Caring!

“Services dominate the expanding world economy as never before, and nothing stands still.” Itulah yang dikatakan kedua sahabat saya, almarhum Prof. Christopher Lovelock dan Prof. Jochen Wirtz. Mereka berdua menekankan pentingnya peranan servis dalam dunia bisnis saat ini.

Ya, Servis inilah yang merupakan elemen kedua dari Value Pemasaran untuk memenangkan heart share, selain merek dan proses. Yang dimaksud servis ini bukan sekadar layanan purna-jual (after-sales service), layanan pra-jual (before-sales service), atau layanan saat-jual (during-sales service). Servis juga bukan sekadar bicara soal nomor bebas pulsa bagi pelanggan, soal maintenance, atausoal customer service.

Bagi saya, Servis adalah value enhancer dari sebuah perusahaan. Servis adalah paradigma perusahaan untuk menciptakan sebuah value abadi bagi pelanggan melalui produk (“p” kecil) dan servis (“s” kecil). Jadi, Servis di sini mengacu kepada Servis dengan “S” besar, bukan “s” kecil. Inilah jawaban dari pertanyaan Peter Drucker, sang begawan manajemen, “What business are you really in?”. Satu-satunya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah, “We are in Service Business!” Jadi, hanya ada satu kategori bisnis, yaitu Bisnis Servis.

Tidak peduli apakah perusahaan tersebut bergerak di bidang restoran, hotel, atau manufaktur sepatu, satu-satunya kategori untuk seluruh bisnis haruslah hanya Bisnis Servis. Untuk menjadi sebuah Service Company yang sejati, sebuah perusahaan harus secara terus-menerus meningkatkan produk dan servis (dengan “p” dan “s” kecil). Untuk menciptakan value yang abadi dan membangun hubungan baik dengan pelanggan, apa yang ditawarkan oleh perusahaan harus memberikan value yang konstan kepada pelanggan.

Lalu, untuk implementasinya sendiri dalam kegiatan operasional sehari-hari, dikenal apa yang disebut sebagai konsep Service Quality (ServQual). Konsep ini diperkenalkan oleh A. Parasuraman, Leonard L. Berry, dan Valarie A. Zeithaml untuk menganalisis sejauh mana tingkat layanan yang telah diberikan.

ServQual ini terdiri dari lima elemen, yaitu Reliability, Assurance, Tangible, Empathy, dan Responsiveness yang biasa disingkat RATER. Dalam risetnya, mereka bertiga menemukan bahwa dimensi Reliability dianggap sebagai elemen yang paling penting oleh pelanggan, disusul Responsiveness, Assurance, Empathy, dan Tangible. Jika kelima elemen tersebut terpenuhi, maka pelanggan akan merasa puas. Inilah dasar dari konsep customer satisfaction.

Setelah konsep RATER ini, muncullah apa yang disebut sebagai Experience Economy yang diperkenalkan oleh Joseph Pine dan James Gilmore. Di sini perusahaan bukan sekadar melaksanakan excellent service, namun juga harus mampu memberikan pengalaman (stage experiences). Pada Experience Economy inilah pelanggan harus bisa merasakan sensasi, bukan sekadar merasa puas (customer sensation).

Dan pada tingkat Servis yang terakhir, perusahaan harus bisa melakukan transformasi kepada pelanggannya. Pelanggan dilayani secara personal, satu per satu. Karena itulah, perusahaan harus bisa memberikan solusi bagi pelanggannya, bukan sekadar kepuasan atau sensasi (customer solution). Itulah sedikit tentang servis dalam era Legacy Marketing.

Namun, dalam era New Wave Marketing ini, istilah yang lebih tepat bukan lagi servis, namun Caring. Bagi saya, servis itu sudah taken for granted, sudah jadi sesuatu yang memang seharusnya ada. Semua perusahaan sudah melakukannya. Semua pelanggan juga sudah mengharapkannya. Bukan sesuatu yang luar biasa lagi.

Caring is beyond service. Caring ini bukan sekadar servis yang mengandalkan RATER atau experience semata. Namun bagaimana pemasar bisa benar-benar memperhatikan pelanggan layaknya manusia. Jadi, kalau untuk servis kita belajar dari hospitality business, maka untuk Caring ini kita belajar dari hospital business. Inilah bedanya. Dalam hospitality industry, kalau kita tidak melakukan servis yang baik, akibat terjeleknya pelanggan akan merasa tidak puas dan mungkin saja menjadi tidak loyal kepada kita. Namun, dalam hospital industry, kalau kita tidak melakukan servis dengan baik, nyawa pasien-lah yang menjadi taruhannya.

Dengan cara pandang seperti ini, New Wave Marketers akan benar-benar memperhatikan pelanggannya dengan sepenuh hati. Tiap-tiap orang akan berupaya menjadi “dokter” dan “perawat” bagi pelanggannya. Dan yang tak kalah penting, perusahaan akan membangun dirinya menjadi sebuah service organisation layaknya sebuah rumah sakit. Dengan menerima Caring, pelanggan bukan hanya akan merasa puas, namun juga bisa menjadi “manusia baru” layaknya seorang pasien yang baru selesai menjalani perawatan.



Hermawan Kartajaya

New Wave Marketing - Changi: The Destination Airport

Changi: The Destination Airport

ANDA sudah pernah keliling-keliling Bandara Changi? Kalau belum, saya sarankan kalau kebetulan Anda pergi ke Singapura, coba luangkan waktu untuk jalan-jalan di situ. Bandara Changi ini buat saya bukan sekadar bandara, namun lebih mirip sebuah kawasan wisata.

Dari dalam kota Singapura, ke bandara ini paling enak naik mass rapid transit (MRT). Murah, cepat, dan nyaman. Lalu, begitu sampai di stasiun MRT Changi, Anda tinggal naik eskalator yang cukup tinggi ke Terminal 2 (T2). Nah, penjelajahan Anda bisa dimulai. Dari sini Anda bisa keliling-keliling T2, Terminal 1 (T1) atau Terminal 3 (T3).

Baiklah, kita ke T3 yang umurnya belum segenap setahun. T3 ini dibuka pada 9 Januari 2008 yang ditandai dengan kedatangan pesawat Singapore Airlines dari San Francisco, Amerika. Dari T2 atau T1, Anda bisa menuju ke T3 ini dengan menggunakan Skytrain yang beroperasi dari jam 5 pagi sampai jam setengah tiga dini hari.

Nah, bangunan T3 ini secara keseluruhan nampak jauh lebih luas ketimbang T1 dan T2. Arsitekturnya bersifat “open concept”. Hampir seluruh dinding dan atapnya terbuat dari kaca yang tembus pandang, sehingga memudahkan orang untuk melihat pesawat Airbus A380 yang baru. T3 ini memang dipersiapkan untuk menyambut pesawat superjumbo yang berkapasitas besar itu. Dengan adanya T3 ini, kapasitas penumpang maksimum yang bisa dilayani Bandara Changi akan bertambah sebanyak 22 juta orang. Ditambah T1 dan T2, Bandara Changi secara total mampu melayani 70 juta penumpang setiap tahunnya.

Jumlah ini jauh di atas angka penumpang pada tahun 2007 yang sebesar 36,7 juta penumpang. Namun, pengelola Bandara Changi, Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS), memang punya kebijakan untuk selalu melihat jauh ke depan. Diharapkan tidak akan terjadi penumpukan penumpang (congestion) atau menurunnya layanan karena kapasitas bandara yang tidak memadai lagi nantinya.

Nah, selepas dari pintu Skytrain tadi, di sebelah kiri, persis berdempetan dengan T3 ini, ada Hotel Crowne Plaza yang eksterior dan interiornya cukup artistik. Di sebelah kanan juga bisa kita lihat yang disebut Green Wall, yaitu dinding setinggi lima meter yang dihiasi dengan 25 spesies tanaman yang menjulur dari atas ke bawah. Ada juga air terjun sehingga kesan tropis sangat terasa di sini. Atapnya sendiri didesain sedemikian rupa sehingga penerangannya bisa alami. Di langit-langitnya ada semacam bilah-bilah papan metalik yang bergelantungan. Rupanya ini untuk membantu menjaga temperatur dan kelembaban dengan menggunakan tenaga listrik seefisien mungkin.

Di dalam T3 ini sendiri banyak aktivitas yang bisa kita kerjakan. Kalau lapar, Anda bisa mencari makanan di food court alias Kopi Tiam yang areanya cukup luas dengan kedai makanan yang sangat variatif. Di sini Anda bisa makan roti kaya di Ya Kun Kaya Toast misalnya, sambil berselancar Internet karena seluruh area T3 ini sudah dilengkapi fasilitas Wi-Fi.

Buat ibu-ibu yang ingin dandan, di sini juga ada kamar hias untuk wanita yang terpisah dari kamar kecil, lengkap dengan meja hiasnya. Letaknya di area keberangkatan (departure). Kalau mau berbelanja, ada supermarket FairPrice NTUC yang beroperasi dari jam 7 pagi sampai 11 malam. Bahkan, kalau mau menonton film, di sini juga ada bioskop yang buka 24 jam dan gratis untuk penumpang atau calon penumpang pesawat.

Sebenarnya fasilitas yang ada di T1 dan T2 juga tidak kalah dengan di T3 ini. Di kedua terminal yang masing-masing diresmikan pada tahun 1981 dan tahun 1991 ini, ada sejumlah fasilitas yang sangat memanjakan penumpang, calon penumpang, atau pengunjung yang sekadar ingin jalan-jalan.

Ada lebih dari 100 gerai ritel, termasuk gerai merek-merek ternama seperti Prada, Gucci, Bulgari, Hermès, FIFA Official Store, dan toko ritel travel Ferrari. Ada Viewing Hall, yang kadang dikunjungi oleh sekelompok anak muda untuk melukis pesawat yang lalu-lalang di bandara. Ada pula business centre, tempat ibadah, gym, area tidur 24 jam, tempat bermain anak, enam taman terbuka, lounge dengan fasilitas shower dan spa, kolam renang, dan masih banyak lagi. Pokoknya serba komplit.

Sangat menarik, bukan? Seperti saya bilang, ini lebih mirip kawasan wisata. Bandara Changi ini bukan sekadar terminal tempat transit atau singgah semata, tapi juga sudah jadi tempat tujuan akhir (destination). Nah, inilah contoh Caring di era New Wave Marketing.

CAAS sebagai pengelola Bandara Changi benar-benar memperhatikan setiap orang yang berkunjung ke situ. Mereka diperlakukan sebagai manusia yang punya kebutuhan dan interest spesifik, bukan sebagai penumpang atau calon penumpang saja yang hanya membutuhkan layanan penerbangan. Caring yang beyond service seperti inilah yang harus dilakukan oleh para New Wave Marketers.

Hermawan Kartajaya

Iklan: Hotel Asean Baru Pekan Baru Riau - Hospitality, Convinience and Satisfaction is our business

Hotel Asean Baru Pekan Baru Riau - Hospitality, Convinience and Satisfaction is our business.

Room Rate :

Junior Suite - Rp. 349.514

Deluxe-Rp. 256.485

Superior-Rp. 227. 419

Executive-Rp. 166.000

Standard - Rp. 118.156.

* Sudah termasuk tax dan service fee.

Reservasi Hubungi :

Jln. Tambusai No. 88
Telp. 0761 572332 - 571 302
Fax. 0761 24811

** Harga dapat berubah

Kamis, 27 November 2008

video : Concession Coal site of Persada Mentari Resources Padang Lawas - North Sumatra

Concession Coal site of Persada Mentari Resources ...

where coal measures occur. If u guys interest more info about it please watch the video by copy the link below to your browser.

2 minutes 34 sec.

www.youtube.com/watch?v=Ra9kWiFiYJk

posted by marvin kyne

Minggu, 23 November 2008

Iklan Baru di Cibercentra.com

Mau beli 120000 mt batubara 61- 63, 58-56 & iron ore fob mvessel l/c pemilik langsung
Dijual Peralatan fitness lengkap di Bogor
WIDAGDO
Iklan Penginapan : Disewakan Villa - Villa Taman Bunga Parompong - Lembang Bandung
Kemenangan motor berani beli mobil secon dengan harga pantas
Iklan Rental Mobil: Aprilia rent car termurah di Jakarta
Iklan Kesehatan : Jenifer Massage atasi problem pria khusus panggilan
Iklan peluang bisnis : Apakah anda punya senjata nuklir untuk berdagang di Forex ?
Iklan Peluang Bisnis: Mesin Rotary mengolah sampah jadi pupuk padat dan cair hanya 5 hari
Iklan Properti : Dijual tanah dan rumah bagus untuk investasi Cibinong
Jakarta : Do you wanna feel relax ?, Get massage at our place for every one, good service
3 HOUR NIGHT LIVE TOUR FOR usd 125
Let Celebrate Thanksgiving at Hotel majapahit, Surabaya
Lowongan - Dibutuhkan Segera tenaga Administrasi
SPEKTAKULER-SPANDUK-UMBUL-UMBUL
KidzWear, Grosir Baju Anak Termurah...
BAJAJ PULSAR XCD 125 2008
YAMAHA SCORPIO Z CW 2008
SUZUKI THUNDER NEW 2008
BAJAJ PULSAR 180 DTSI 2007
YAMAHA SCORPIO Z 2008
YAMAHA FINO BODY

Bensin AS Sudah Lebih Murah Dibanding Indonesia

NEW YORK, MINGGU - Harga bensin di Amerika Serikat kembali turun, bahkan lebih murah dibandingkan dengan harga premium di Indonesia.

Menurut survei AAA, Minggu (23/11), harga rata-rata bensin di AS saat ini mencapai 1,929 dollar AS per galon, atau sekitar Rp 5.800 per liter (kurs Rp 11.500 per dollar AS). Sedangkan di Indonesia harga premium masih Rp 6.000 per liter, dan baru awal Desember ini Pemerintah akan menurunkan menjadi Rp 5.500 per liter.

Bensin AS turun 1,926 dollar AS dalam 67 hari ini dan anjlok lebih 50 persen dari harga tertingginya pada 4,114 dollar AS per galom pertengahn Juli 2008 lalu.

Harga bensin rata-rata telah berada di bawah 2 dollar per galon di 36 negara bagian, dan terus dijual rata-rata di bawah 3 dollar di seluruh negara bagian.

Bahkan di Alaska, yang merupakan negara bagian yang menjual bensin termahal di AS, rata-rata turun di bawah 3 dollar AS pada hari Minggu (23/11) ini. Harga bensin termurah terdapat di Missouri yang rata-rata dijual 1,624 dollar AS per galon.

Sementara harga solar, juga telah turun menjadi rata-rata 2,848 dollar AS per galon. Bahan bakar yang di AS sebagian besar digunakan untuk truk dan kendaraan komersial ini, telah melorot lebih 40 persen dari harga tertingginya pada 4,845 pertengahan Juli 2008 lalu.

Turunnya harga BBM di AS, seiring dengan harga minyak mentah yang anjloknya lebih dari 60 persen sejak pertengahan Juli ini. Pada perdagangan Jumat, harga emas hitam ini bahkan sempat menyentuh level terendahnya sejak Mei 2005.


EDJ
Sumber : CNN

Rabu, 19 November 2008

Business Exchange: Creating Conversation with Customers

MAUKAH Anda menaruh produk pesaing di tempat Anda? Saya yakin Anda semua pasti bilang tidak mau. Tapi, hal seperti ini telah dilakukan oleh majalah BusinessWeek lewat layanan terbaru mereka, Business Exchange. Walaupun masih dalam versi Beta, layanan ini sudah menarik banyak peminat. Layanan yang diluncurkan pada 8 September 2008 lalu ini pada dasarnya merupakan sebuah forum diskusi antara para users. Setiap user bisa menciptakan topik untuk kemudian didiskusikan dengan yang lain.

Topiknya sendiri sangat beragam, namun masih terkait dengan bisnis. Misalnya saja masalah resesi, tingginya harga minyak, soal Pemilu Presiden di Amerika, sampai soal Windows 7. Tidak setiap topik atau komentar bisa dimuat. Tim editor dari BusinessWeek akan memeriksanya paling lambat dalam waktu 24 jam, untuk melihat apakah topik atau komentar yang dikirimkan relevan.

Setiap topik, selain diisi oleh komentar atau masukan dari users, juga bisa diperkaya dengan berbagai berita, blog, atau referensi lainnya yang ditambahkan sendiri oleh users. Nah, di sinilah keunikan Business Exchange. Referensi tambahan itu tidak dibatasi hanya dari situs BusinessWeek.com saja, namun bisa juga dari situs lainnya yang sebenarnya merupakan pesaingnya. Pada topik Windows 7 misalnya, ada links ke CNET, PC World, New York Times, dan lainnya.

Padahal, dalam bisnis media online, click rate merupakan salah satu ukuran yang dipakai untuk menarik minat pengiklan. Dengan menaruh links ke para pesaing di situsnya tadi, bisa dibilang, sederhananya, BusinessWeek menaruh produk pesaing di tokonya!

Lantas, kenapa BusinessWeek mau melakukan hal ini? Buat saya ini jelas menunjukkan komitmen BusinessWeek terhadap pelanggannya. Pelanggan BusinessWeek yang mayoritas kalangan profesional disediakan informasi dan insight yang relevan dan luas, tidak peduli dari mana asalnya. Dengan demikian, para users tadi bisa membuat keputusan yang lebih baik dalam soal bisnis, investasi, atau karir mereka.

Selain itu, setiap users Business Exchange ini harus melakukan registrasi terlebih dahulu dan mengisi data diri. Data ini bisa diakses oleh users lainnya sehingga bisa menciptakan networking di antara users sendiri. Bagi saya, Business Exchange ini sangat menarik, karena menggabungkan antara vertical media, user-generated content, dan social networks.

Business Exchange ini punya kredibilitas layaknya vertical media (koran, majalah) karena dikelola oleh BusinessWeek. Users-nya juga jelas identitasnya serta punya kredibilitas karena merupakan para pakar dan profesional di bidangnya masing-masing. Lalu, isinya juga merupakan gabungan dari berita yang ditulis oleh BusinessWeek dan tulisan para users-nya sendiri. Selain itu juga ada pengayaan dari berbagai situs lainnya tadi yang juga punya kredibilitas. Hal seperti ini pada akhirnya mampu menciptakan collective wisdom.

Di lanskap New Wave yang setiap detiknya bisa muncul ribuan informasi di Internet, jelas model Business Exchange ini akan sangat membantu. Pelanggan tidak disodori mentah-mentah informasi sepihak dari pihak perusahaan (baca: BusinessWeek), namun juga tidak begitu saja menerima informasi dari sembarang orang. Karena itu, informasi yang ada di Business Exchange ini merupakan informasi yang sangat berharga yang luas, dalam serta kredibel.

Dan, karena tiap users bisa melakukan koneksi dengan users lainnya, maka ini bisa menciptakan social networking alias membentuk komunitas. Inilah contoh langkah komunikasi yang cerdas dalam era New Wave Marketing. BusinessWeek tidak melakukan langkah promosi besar-besaran, namun lebih memilih membangun dan memperkuat komunitasnya dengan menciptakan Conversation di antara para users (pelanggan)-nya.

Hal inilah yang merupakan perubahan dari bentuk komunikasi yang bersifat ”informing, persuading, reminding” menuju ke ”demonstrating, involving, empowering”; seperti dikatakan Mich Matthews dari Microsoft yang dikutip Joseph Jaffe dalam bukunya Join the Conversation.

Komunikasi yang dilakukan tidak bersifat satu arah dan seolah menganggap bahwa pelanggan akan menerima begitu saja apa-apa yang ditawarkan dan dikatakan. BusinessWeek berupaya melibatkan dan memberdayakan pelanggan dalam suatu komunitas sehingga diharapkan pada akhirnya pelanggan bisa merasakan manfaatnya sendiri.

Bisa dilihat, Conversation bukan sekadar word-of-mouth atau buzz marketing. Dalam Conversation, pelanggan tidak harus bicara soal merek atau merekomendasikan sesuatu. Conversation dalam era New Wave Marketing merupakan kebutuhan bagi seseorang untuk menjadi manusia yang lebih berpengetahuan dan beradab (knowledgeable and civilized).



Hermawan Kartajaya

It's not Promotion anymore, It's Conversation!

INILAH elemen terakhir atau keempat dari Marketing-Mix, Promosi, atau yang dikenal juga sebagai Marketing Communications. Bagi saya, Promosi dan Saluran Distribusi masih bisa dikelompokkan lagi menjadi apa yang disebut “Access”, karena lewat kedua elemen Marketing-Mix inilah pelanggan bisa mengakses apa yang ditawarkan kita. Sementara kedua elemen 4P lainnya, Produk dan Harga, disebut “Offer” karena kedua elemen itulah yang sebenarnya merupakan penawaran kita ke pelanggan.

Promosi ini secara garis besar memiliki tiga tujuan, yaitu untuk menginformasikan, untuk membujuk, atau untuk mengingatkan pelanggan. Promosi bisa dipakai untuk menginformasikan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya. Promosi juga bisa dipakai untuk membujuk pelanggan untuk membeli sekarang juga atau supaya pelanggan melakukan brand switching. Promosi sering juga digunakan untuk mempertahankan brand awareness, mengingatkan pelanggan di mana harus membeli produk, dan sebagainya.

Lalu, secara tradisional, promosi ini terdiri dari lima elemen yang disebut marketing communications-mix, yaitu advertising, public relations, personal selling, direct marketing, dan sales promotion. Belakangan, terutama setelah era Internet, marketing communications-mix ini menjadi bertambah banyak. Ada event marketing, Internet marketing, SMS marketing, multimedia marketing, dan lain-lain.

Karena cara dan media untuk berpromosi semakin beragam, tidak jarang terjadi ketidakkonsistenan pesan. Iklan di televisi bisa berbeda pesannya dengan apa yang disampaikan lewat penyelenggaraan event. Hal ini bisa menyebabkan kebingungan di mata pelanggan. Karena itulah, muncul kesadaran untuk mengintegrasikan semua bentuk promosi yang ada. Maka, lahirlah apa yang disebut Integrated Marketing Communications (IMC).

Dengan adanya IMC ini, maka pesan yang disampaikan oleh perusahaan bisa lebih konsisten dan relevan. Perusahaan yang pertama kali menerapkan konsep IMC ini salah satunya adalah Disney pada era 1950-1960-an. Disney melakukan sinergi terhadap semua aktivitas promosi lewat televisi, media cetak, film, merchandise, dan theme park-nya sehingga secara keseluruhan mampu memperkuat merek Disney.

Itulah sekilas tentang masalah Promosi atau Marketing Communications yang ada dalam era Legacy Marketing. Nah, dalam era New Wave Marketing, istilah yang lebih tepat bukan lagi promosi, namun Conversation. Promotion itu sifatnya searah, top-down, dan one-to-many. Semua itu sifatnya vertikal. Sementara Conversation itu sifatnya horisontal: dua arah, peer-to-peer, dan many-to-many.

Sebagian besar bentuk promosi yang dilakukan sekarang datangnya dari perusahaan dan ditujukan kepada pelanggan. Hampir tidak ada interaksi sama sekali antara perusahaan dan pelanggan ataupun antar pelanggan sendiri. “Kebenaran” yang ada hanya satu versi, yaitu versi perusahaan. Sementara Conversation berarti terjadi diskusi alias interaksi antara dua pihak yang kedudukannya setara. Di sini “kebenaran”-nya merupakan kebenaran bersama (common truth).

Dengan demikian, pelanggan akan lebih bisa menerima kebenaran bersama itu ketimbang kebenaran satu versi saja. Hal ini karena dalam Conversation pelanggan bisa meng-Clarify hal-hal yang diutarakan oleh perusahaan. Maka, dari sisi penerimaan pelanggan terhadap informasi yang disampaikan perusahaan, Conversation akan menjadi lebih dipercaya ketimbang promosi. Lalu, dari sisi anggaran sendiri, Conversation merupakan praktik low-budget high-impact marketing. Sementara promosi adalah high-budget high-impact marketing, dan kalau tidak hati-hati malah bisa jadi high-budget low-impact marketing.

Mengapa demikian? Promosi dalam era Legacy Marketing masih didominasi oleh media televisi yang biayanya mahal. Media televisi memang merupakan media yang bisa menjangkau masyarakat secara luas dalam waktu cepat. Namun, efektivitasnya sampai saat ini masih dipertanyakan. Seperti pernah saya bilang, langkah promosi seperti ini ibaratnya seorang Rambo, bukan sniper.

Karena itu, Anda harus bisa mengubah promosi menjadi Conversation. Pertama-tama Anda melakukan Communitization, dan pada akhirnya membiarkan terjadinya Conversation di dalam komunitas tersebut.Cara seperti ini lebih efisien dan efektif. Anda tidak perlu mengeluarkan biaya dan upaya yang terlalu besar, karena aktivitas selanjutnya dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Selain itu juga lebih efektif karena adanya “kebenaran bersama” tadi.

Hal ini bukan berarti bahwa iklan televisi tidak diperlukan lagi. Namun tentu dengan syarat bahwa Anda punya budget yang besar. Selain itu, iklan televisi Anda juga harus bisa memancing timbulnya Conversation lebih lanjut di antara pelanggan sehingga tidak berhenti sebatas ditonton orang semata.



Hermawan Kartajaya

SKB Wajib Memakai Rupiah Akan Diterbitkan

JAKARTA, KAMIS - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang terus melemah membuat pemerintah mulai memikirkan pembatasan penggunaan dollar. Rencananya, pemerintah akan mengeluarkan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) empat menteri. Isi SKB itu akan melarang pemakaian dollar dalam transaksi di dalam negeri.

Sayangnya, SKB itu masih menjadi angan-angan. Karena, "Hingga kini belum ada kesepakatan kapan akan diterbitkan," kata sumber KONTAN yang mengetahui detail soal ini.

Empat menteri yang akan membuat kesepakatan itu ialah Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

Deputi Menteri Koordinator Ekonomi Bidang Perdagangan dan Perindustrian Edy Putra Irawady membenarkan rencana ini. Namun Eddy menyatakan hingga kini kesepakatan untuk menerbitkan aturan dalam bentuk SKB belum tercapai. "Kalau dalam SKB, pengawasan aturan itu diserahkan kepada masing-masing departemen," ujar Edy, Rabu (19/11) kemarin.

Rencana penerbitan SKB ini berdasarkan masukan dari para pengusaha yang selama ini sering bertransaksi di dalam negeri memakai dollar. Mereka kini meminta pemerintah melarang transaksi dengan uang dollar sebab Indonesia dalam kondisi krisis. Selain itu harga bahan baku impor pun jadi mahal.

Jika SKB itu jadi terbit, pemerintah akan mewajibkan penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia. Cara ini juga bisa menjadi langkah konkret pemerintah untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah karena kebutuhan dollar yang semakin tinggi. Padahal, sebagian besar kebutuhan itu hanya untuk transaksi di antara sesama pelaku bisnis lokal.

Selain itu, larangan menggunakan dollar itu juga untuk membuat rupiah menjadi tuan di negerinya sendiri. Untuk itu pemerintah berharap para pengusaha mematuhi aturan ini jika SKB ini benar-benar terbit. "Pengusaha mengedepankan untung atau menjaga kedaulatan negara," kritik Eddy.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mendukung rencana ini. Agar SKB itu efektif, selain memuat aturan yang jelas, Ade meminta pemerintah juga tidak ragu untuk mencantumkan pasal tentang sanksi. "Tanpa sanksi, aturan itu tidak akan berjalan," tutur Ade.

Pemerintah memang harus bisa bertindak lebih tegas. Sebab penggunaan uang dolar dalam transaksi di dalam negeri telah berlangsung di banyak lini bisnis. Mulai dari agen perjalanan, industri tekstil, jasa pelabuhan, hingga penyewaan kantor di gedung bertingkat.

Bahkan transaksi dengan dollar juga berlangsung di sesama perusahaan milik negara. Seperti di Pelindo, Pertamina, PN Gas dan sebagainya. Sayangnya, Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu tak mengetahui transaksi di Pelindo memakai dollar. "Kami tidak mau membelanjakan dolar. Kalau menerima dollar di Pelindo, saya belum tahu," kata Said.



Martina Prianti,Umar Idris

Promosi Motor Cash Credit

BAJAJ PULSAR XCD 125 2008
YAMAHA SCORPIO Z CW 2008
SUZUKI THUNDER NEW 2008
BAJAJ PULSAR 180 DTSI 2007
YAMAHA SCORPIO Z 2008
YAMAHA FINO BODY

Kamis, 13 November 2008

"The Price is Really Up to You", Says Radiohead

SILAKAN membayar berapa saja. Kalau tidak mau membayar sama sekali juga tidak apa-apa. Itulah yang kira-kira dikatakan Radiohead kepada setiap orang yang ingin mendapatkan album terbaru mereka (saat itu), “In Rainbows”. Ya, band rock alternatif asal Oxfordshire, Inggris ini meluncurkan album mereka yang ketujuh secara online di Internet pada 10 Oktober 2007. Ke-15 lagu dalam album “In Rainbows” tadi bisa di-down-load di situs www.radiohead.com atau www.inrainbows.com.

Yang menarik, Radiohead tidak mengenakan harga khusus untuk lagu-lagu tadi. Jadi, ketika orang sudah memilih lagu apa saja yang diinginkan lewat situs di atas, ketika mau check-out, akan muncul tulisan yang mengatakan bahwa harganya “It’s Up To You”. Seakan ingin menegaskan untuk orang yang kebingungan, ketika diklik sekali lagi, muncul lagi tulisan “It’s Really Up To You.” Jadi, kita bisa membayar 1 poundsterling, 10 poundsterling, 1000 poundsterling, atau malah tidak membayar sama sekali. Semua terserah kita.

Namun, sejak 10 Desember 2007, digital download ini resmi berakhir. Orang tidak bisa lagi men-download lagu-lagu mereka. Namun, penggemar yang masih ingin mendengarkan lagu-lagu dalam album tersebut bisa mendapatkannya lewat CD standar yang diluncurkan pada akhir 2007. Langkah yang unik, bukan?

Band yang dipimpin oleh Thom Yorke ini seakan ingin meruntuhkan model bisnis musik yang sudah mapan. Kebetulan, band ini juga sudah tidak terikat kontrak lagi dengan studio rekaman manapun alias independen. Kontrak terakhir mereka dengan EMI/Capitol berakhir pada tahun 2004. Jadi, mereka bisa dengan bebas mengatur model bisnis yang ingin mereka lakukan.

Dalam wawancaranya dengan majalah Time, Yorke mengatakan, “I like the people at our record company, but the time is at hand when you have to ask why anyone needs one. And, yes, it probably would give us some perverse pleasure to say ‘F**k you’ to this decaying business model.”

Selain itu, band yang berdiri pada tahun 1986 dengan nama On a Friday itu juga menyadari bahwa lagu-lagu mereka di album-album sebelumnya juga bisa didapatkan dengan gratis di Internet, secara ilegal tentunya. Jadi, mereka pikir, kenapa tidak sekalian saja diluncurkan album resmi dengan cara seperti ini?

Lantas, bagaimana hasilnya? Sejumlah sumber menyebutkan bahwa pada hari pertama album itu diluncurkan terjadi 1,2 juta digital download. Lalu, menurut sebuah survey Internet yang dilakukan oleh Record of the Day pada saat peluncuran album itu, dari 3000 orang responden, sepertiganya bilang mereka tidak membayar apa-apa ketika men-download album itu. Sementara dari yang membayar, didapatkan harga rata-rata sebesar 4 poundsterling.

Data terbaru yang dikeluarkan pada 20 Oktober 2008, setahun setelah waktu peluncuran album, menunjukkan bahwa “In Rainbows” telah terjual sebanyak 3 juta kopi, yang mencakup digital download dan penjualan dalam format fisik seperti CD. Penjualan album dari Internet saja telah melebihi angka penjualan album mereka sebelumnya, “Hail to the Thief”, yang diluncurkan pada 2003.

Langkah yang dilakukan Radiohead ini memang terbilang kontroversial. Sebagian kalangan, terutama dari industri rekaman dan musisi, mengkritik langkah ini. Radiohead dianggap bisa mematikan industri rekaman. Band ini juga dianggap tidak menghargai sebuah karya seni seperti musik karena membagi-bagikannya begitu saja. Namun, tentu saja sebagian besar masyarakat merasa senang dengan langkah ini. Mereka bisa mendapatkan album terbaru dari sebuah band yang cukup populer seperti Radiohead ini secara resmi dengan harga berapapun, bahkan kalau tidak membayar juga tidak apa-apa.

Sebenarnya, inilah kesuksesan terbesar yang diraih Radiohead. Langkah ini mengundang publikasi yang luar biasa. Beritanya muncul di mana-mana. Tak heran ketika Radiohead kemudian melangsungkan serangkaian konser setelah peluncuran “In Rainbows” , jumlah penontonnya secara keseluruhan mencapai 1,2 juta orang!

Inilah yang menunjukkan bahwa harga itu bisa berubah-ubah seperti Currency. Tergantung bagaimana orang mengapresiasi produk atau Co-Creation tersebut. Dalam kasus Radiohead, walaupun mayoritas tidak membayar, namun tidak sedikit pula yang justru berani membayar jauh lebih mahal daripada harga yang wajar. Mereka beranggapan bahwa hasil karya dan langkah terobosan Radiohead itu perlu diapresiasi dengan baik.

Nah, sekali lagi, ini menunjukkan adanya proses horisontalisasi antara produsen dan pelanggan. Harga yang dulu pada era Legacy Marketing bisa ditetapkan secara sepihak, di era New Wave Marketing ini nilainya bisa berubah-ubah layaknya Currency. Pelanggan juga punya kekuatan untuk menentukan seberapa besar nilai yang harus dibayarnya untuk sebuah produk alias Co-Creation.

-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --


Hermawan Kartajaya

Rabu, 12 November 2008

Syamsul Arifin Tawarkan Peluang dan Jaminan Investasi di Sumut

Jakarta (SIB)

Gubernur Sumatera Utara H. Syamsul Arifin menawarkan peluang investasi di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, industri pengolahan, pertambangan, jasa, dan pariwisata kepada sekitar 150 orang duta besar/perwakilan negara sahabat dan pengusaha asing (ekspatriat). Untuk meyakinkan investor, Gubsu juga memberikan jaminan keamanan serta kemudahan pelayanan perizinan dengan membentuk Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk perizinan dan non perizinan yang akan mulai operasi tahun 2009 mendatang.

‘Dengan senang hati, bilamana para investor dapat berkunjung ke Sumatera Utara. Kami akan menunjukkan secara detail potensi investasi yang ada,’ ujar Syamsul Arifin saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi The Business Rountable With The Government of Indonesia di Jakarta, Selasa (11/11). Pembicara lain yang tampil dihari pertama diskusi yang digelar The Economist Group ini adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal M. Lutfi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah DKI Jakarta Hasan Basri Saleh. Diskusi hari kedua, Rabu (12/11) menampilkan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.

Secara rinci, Gubsu Syamsul Arifin menguraikan, investasi di sektor pertanian dan perikanan meliputi perdagangan komoditi, budidaya dan pembibitan, agro industri dan agro tourism. Sektor peternakan meliputi produksi daging, pembibitan, penggemukan, rumah potong hewan dan industri pengolahan hasil peternakan. Dibidang kehutanan mencakup perdagangan komoditas hasil hutan, pembibitan, hutan tanaman industri, industri pengolahan hasil hutan, dan wisata alam.

Sedangkan di sektor pertambangan, Gubsu menawarkan eksploitasi berbagai bahan tambang serta pengolahan sumber energi berupa panas bumi, air dan batubara. Di bidang infrastruktur, peluang yang tersedia berupa pembangunan jalan tol, pelabuhan laut, perkretaapian, bandar udara, pembangkit listrik, pengolahan limbah dan pengembangan kawasan industri. Tak ketinggalan, sektor kesehatan juga membuka peluang investasi, utamanya dalam hal pembangunan rumah sakit, laboratorium, industri obat dan alat-alat kesehatan. ‘Di bawah kepemimpinan saya, orientasinya adalah mempermudah pelayanan dengan motto ‘Kalau bisa dipermudah, mengapa dipersulit,’ ujar Syamsul.

Guna lebih meyakinkan para Dubes/perwakilan negara sahabat dan pengusaha asing, dalam paparannya Syamsul Arifin juga mengambarkan posisi dan kontribusi Sumatera Utara terhadap perekonomian nasional. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi Sumut lima tahun terakhir berada di kisaran 4,48 sampai dengan 6,90 persen per tahun. Ini berarti, pertumbuhan ekonomi Sumut selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Tingkat inflasi juga relatif terkendali dan rata-rata di bawah angka inflasi nasional, yaitu 4,23 persen (2003) dan 6,60 persen (2007). Trend ekspor juga terus meningkat dengan meyakinkan. Kalau pada tahun 2003 nilai ekspor hanya US$ 2,69 milyar, maka pada tahun 2007 meningkat tajam menjadi US$ 7,8 milar.

Perkembangan investasi juga di daerah yang memiliki luas 71.680 km2 yang dihuni 12,8 juta penduduk dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Sejak tahun 1968 sampai September 2008, rencana investasi PMDN sejumlah 457 proyek senilai Rp. 43,4 triliun terealisasi sejumlah 359 proyek senilai Rp. 9,8 triliun. Sedangkan rencana investasi PMA sejumlah 477 proyek senilai US$ 9,847 milyar terealisasi sejumlah 260 proyek senilai US$ 4,6 milyar.

Dalam tahun 2008, hingga September 2008 tercatat rencana investasi PMDN sejumlah 14 proyek senilai Rp. 615,4 milyar terealisasi sejumlah 9 proyek senilai Rp. 346,5 miliar, dan rencana investasi PMA sejumlah 36 proyek senilai US$ 347,144 juta dan terealisasi sejumlah 11 proyek senilai US$ 118,45 juta.
‘Trend investasi yang cenderung meningkat menjadi bukti bahwa potensi dan iklim investasi di Sumatera Utara sangat kondusif. Karenanya, dengan senang hati kami mengundang anda berinvestasi di Sumatera Utara,’ ujar Syamsul. (Jos/g)

Cibercentra.com

It's not Price anymore, It's Currency!

HARGA (price) merupakan elemen berikutnya dalam Marketing-Mix setelah Produk. Saya juga mengelompokkan harga dan produk ini menjadi satu bagian yang disebut Offer, karena kedua elemen inilah yang sebenarnya ditawarkan (offer) oleh perusahaan kepada pelanggan. Untuk menentukan harga sebuah produk, perusahaan bisa menempuh berbagai cara. Saya sendiri melihat bahwa sebenarnya ada empat dasar strategi penentuan harga (pricing), yang bisa dijelaskan secara sederhana sebagai berikut.

Pertama adalah “Market-based pricing”. Di sini penentuan harga ditentukan berdasarkan hukum penawaran dan permintaan yang ada di pasar. Kalau permintaan meningkat sementara penawarannya tetap atau malah menurun, sudah tentu harganya akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kalau pasokan barang berlimpah di pasar sementara permintaan dari pelanggan tetap, harganya cenderung akan turun.

Strategi kedua adalah “Cost-based pricing”. Untuk menentukan harga jual, pertama-tama produsen menghitung biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi sebuah produk. Kemudian perusahaan menambahnya dengan besar margin kepada distributor dan besar profit yang diinginkan kepada biaya tersebut, sehingga didapat hasil akhir yang berupa harga jual.

Kemudian yang ketiga adalah “Competitor-based pricing.” Di sini perusahaan sudah punya data harga produk serupa dari pesaing yang ada di pasar. Tinggal kemudian perusahaan menetapkan apakah akan memasang harga di atas, di bawah atau pada tingkat harga rata-rata produk serupa yang sudah ada di pasar.

Dan strategi penentuan harga yang keempat adalah “Value-based pricing.” Di sini perusahaan menetapkan harga berdasarkan nilai (value) produk tersebut di mata pelanggan. Ini dilakukan jika produk tersebut merupakan produk inovatif atau memang memiliki keunggulan daya saing yang kuat dibanding produk lainnya.

Selain keempat strategi ini sebenarnya masih ada strategi pricing lainnya. Namun sebenarnya strategi lainnya ini kalau ditelusuri masih merupakan turunan atau varian dari keempat strategi pricing di atas. Misalnya saja yang disebut “Reverse-based pricing.” Ini merupakan strategi pricing dengan cara menentukan harga produk di tingkat konsumen terlebih dahulu, baru kemudian “ditarik ke belakang” sampai ke tingkat manufaktur. Proses distribusi dan produksi diatur sedemikian rupa sehingga biaya yang timbul tidak melebihi harga jual yang telah ditentukan di awal. Bisa dilihat bahwa ini merupakan varian dari strategi “Cost-based pricing”.

Soal harga ini, ada gurauan yang populer di daerah Jawa Timur. Kalau kita naik becak dan tukang becaknya srudak-sruduk nggak karuan, lalu kita protes, maka dia akan bilang “Selawe kok njaluk selamet”. Artinya, kualitas produk atau layanan dipersepsikan berbanding lurus dengan harga. Kalau cuma membayar murah, jangan mengharapkan kualitasnya tinggi. Begitu juga sebaliknya.

Padahal, hal ini tidak sepenuhnya benar. Pesaing semakin banyak, pelanggan juga semakin pintar, sehingga kualitas produk atau layanan yang baik seharusnya sudah taken for granted. Tidak sedikit pula produk berharga tinggi yang kualitasnya relatif sama dengan produk yang harganya lebih terjangkau. Jadi, relasi antara produk dan harga yang berbanding lurus ini perlu dilihat dengan lebih cermat.

Nah, uraian di atas merupakan penjelasan singkat tentang masalah harga dalam era Legacy Marketing. Namun, dalam era New Wave Marketing saat ini, bagi saya istilah yang lebih tepat bukan lagi “harga” alias “price”, namun Currency. Harga itu maknanya cenderung tetap, sementara Currency lebih fleksibel. Sebagai ilustrasi, coba saja lihat kurs mata uang seperti Rupiah terhadap dollar AS. Hari ini, misalnya, nilai tukar 1 dollar AS sama dengan Rp 9.500. Namun besok bisa saja nilai tukar 1 dollar AS sama dengan Rp 9.800. Nilainya naik-turun tergantung berbagai faktor.

Jadi, produk atau Co-Creation yang telah dibuat nantinya tidak punya suatu nilai harga yang tetap. Untuk produk yang sama, nilainya bisa naik, bisa pula turun. Contoh Currency bisa dilihat pada sektor penerbangan. Harga tiket yang Anda pesan untuk penerbangan dengan rute dan waktu penerbangan yang sama harganya bisa berbeda, tergantung berbagai faktor terkait.

Yang pertama adalah soal waktu. Semakin lama jangka waktu antara Anda memesan tiket pesawat tersebut dengan waktu penerbangan Anda, harganya semakin murah. Begitu pula sebaliknya. Semakin mepet waktu Anda memesan tiketnya, semakin mahal pula harganya. Faktor lainnya adalah masalah bahan bakar. Dalam industri penerbangan ini, biaya bahan bakar dimasukkan ke pos fuel surcharge. Kalau harga BBM sedang tinggi, fuel surcharge ini bisa sangat tinggi, dan sebaliknya.

Jadi, dalam era New Wave Marketing ini, harga memang akan menjadi lebih fleksibel, menjadi Currency.



Hermawan Kartajaya

http://www.cibercentra.com/listings/index.php

Selasa, 11 November 2008

MATA AIR HOTEL

Mata Air Hotel yang mempunyai fasilitas yang baik untuk keluarga , Bisnis, Meeting, lokasi yang sangat strategis mudah di jangkau .
Bee Sound Cafe dan Karaoke layer lebar salah satu fasilitas intertaiment kami.
Kenyamanan dan kepuasan anda adalah prioritas kami

Type kamar :
- Kamar 101, 102, 103, 104, 105, 106 ( 1 Bed )
- Kamar 103 ( 1 Bed )
- Kamar 107 ( 1 Bed ) AC
- Kamar 108, 109, 110, 111, 112, 114, 115 ( 1 Bed )
- Kamar 119, 120, 121, 122 ( 2 Bed )
- Kamar 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130,
131, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 145 ( 1 Bed )
- Kamar 139, 140, 144 ( 1 Bed )
- Kamar 141, 142, 143, 146 ( 2 Bed )
Fasilitas :
- AC
- Air panas alami yodium
- Air phone
- Breakfast
- Karaoke Layar Lebar
- TV Cable
- Restaurant & Catering
- Café
- Makan prasmana

MEETING ROOM

Ruang Resto kapasitas ± 100 orang

Untuk informasi hubungi :
Ibu Farida Gadjali
Phone & fax : ( 0232 ) 615131
Hp : 08122214777

E-mail : frida_crb@yahoo.com

Alamat : MATA AIR HOTEL
Jln . Raya Cipanas No. 208
Sangkanurip Kuningan Jawa Barat.

http://www.cibercentra.com/listings/index.php

HOTEL AYONG LINGGARJATI

HOTEL AYONG yang berlokasi di kaki Gunung Ciremai kawasan Wisata Lingarjati merupakan pilihan tepat menyelenggarakan Rapat - Pelatihan - Outbound - retreat.
Wujudkan liburan keluarga di kesejukan alam pegunungan
Kenyamanan suasana di kaki Gunung Ciremai , setiap kamar menghadap Gunung Ciremai atau menghadap panorama Lembah Ciremai.

Fasilitas :
Open Stage ( garden party Poolside )
Lintas alam Adventure De Linggarjati outbond & Fun-Game Area, Fitnes, Kolam Renang, Rizka Mini market, Convention Hall, Meeting Room.

Hub : Bapak Ambar
Telp : (0232) 613644 , Hp : 081324397978
e-mail : HotelAyong@yahoo.co.id

Alamat : Di kaki Gunung Ciremai kawasan Wisata Linggarjati Kuningan - Jawa Barat.

Iklan ini dapat juga dilihat melalui link dibawah,

http://www.cibercentra.com/listings/index.php?a=2&b=413

Iklan top 20 di cibercentra.com - November 2008


We can improve your website ranking - save your time - let us do the job with lower fee!!

Sistem Manajemen Telepon Internal "3Vcomm"

Jual Beli - Ahli arloji bekas & berlian, patek . P Rolex, dll. Alvin

Dibutuhkan subkontraktor untuk explorasi tambang batubara di sumatra

Jasa Pembersih Keramik

Penghematan biaya telepon untuk SLI, SLJJ

LUKISAN TIGA DIMENSI

kamar kost di Grogol seberang citraland sangat strategis dan murah

Orchard Palace Residence Apartment Daan Mogot

Opel

OUTSOURCING COMPANY - INDOTECT MITRA SELARAS

peluang usaha dicari mitra kerja untuk pasarkan parfum modal hanya rp. 85.000, peluang !!

Kunjungi dan berlibur di Kamandalu Resort and Spa, Tegallalang, Banjar Nagi, Ubud Bali.

MAYA MITRA SEJATI, PT

A rising star top model massage, Full body for/by man. 24 hrs Call now

Nokia N96 Cell Phone 5MP 16GB Black BARU harga hanya Rp. 2.4 JT. Biasanya 5 Jt. sedikit

Beli dengan harga tinggi Laptop, note book, mac, pc, dll

Penawaran Tarif HP Murah Seluruh Indonesia

jual bio solar pengganti bbm solar import dr swiss,Rp 6500 ppn

HOTEL AYONG LINGGARJATI

"The Way I See It" from Starbucks

“Why are we inspired by another person’s courage? Maybe because it gives us the sweet and genuine surprise of discovering some trace, at least, of the same courage in ourselves?” Itulah kalimat yang tertulis pada gelas (cup) putih Starbucks yang diminum putri saya, Stephanie Hermawan, di restoran Starbucks di Mayo Clinics, Rochester, Amerika. Kota Rochester ini letaknya ada di negara bagian Minnesota, di tengah-tengah negeri Amerika.

Ternyata ini merupakan kampanye dari Starbucks yang disebut “The Way I See It”. Ini merupakan kumpulan pemikiran, opini, dan ekspresi dari sejumlah tokoh dari berbagai bidang yang dipilih Starbucks.Saya dan putri saya kebetulan akhir Oktober lalu memang bepergian ke Amerika. Nah, pas mampir di Starbucks tadi itu, gelas dengan serangkaian kalimat itu mencuri perhatian saya. Starbucks yang sejak dulu memposisikan dirinya sebagai “the third place” untuk minum kopi—setelah di rumah dan di kantor—ingin memelihara tradisi yang sudah berlangsung lama. Kedai kopi dari dulu merupakan tempat untuk kumpul dan ngobrol, selain minum kopi tentunya. Kalimat-kalimat bijak (wisdom) tadi diharapkan bisa memicu obrolan yang sehat.
Wisdom pada gelas putri saya tadi sendiri berasal dari Laurence Shames, penulis buku-buku novel kriminal laris seperti Florida Straits, Welcome to Paradise, dan The Naked Detective. Wisdom itu dinamakan “The Way I See It #11”. Sementara, saya sendiri mendapatkan “The Way I See It #130”. Kalimatnya cukup panjang, “It will do us little good to wire the world if we short-circuit our souls. There is no delete button for racism, poverty or sectarian violence. No keystroke can ever clean the air, save a river, preserve a forest. This transformational new technology must be an extension of our hearts as well as of our minds. The old rules still apply. Love your mother – Mother Earth.”

Wisdom ini berasal dari Tom Brokaw, jurnalis televisi kenamaan Amerika dan mantan pembawa acara dari salah satu program berita televisi populer, “NBC Nightly News.” Pelanggan seperti saya ini juga diberi kesempatan untuk mengomentari wisdoms tadi. Masukan bisa kita berikan lewat brosur yang ada di kedai Starbucks maupun secara online di situsnya, www.starbucks.com/thewayiseeit.

Kampanye “The Way I See It” ini menarik sekali bagi saya karena menunjukkan bahwa Starbucks juga sudah menerapkan New Wave Marketing dengan melakukan Co-Creation bersama pelanggan. Ini langkah yang cerdas. Karena, kalau words of wisdom dari para kontributor tadi dicetak di gelas Starbucks, tentu mereka akan segera memberitahukan teman-temannya. Ini langkah yang low-budget high-impact bagi Starbucks. Starbucks tidak perlu membayar apapun ke orangnya. Orangnya sendiri tentu juga tidak keberatan karena dia pasti akan bangga juga wisdom-nya bisa tersebar luas di tempat yang cukup bergengsi seperti Starbucks.

Selain gelas dengan wisdom “The Way I See It” itu, ada satu hal lagi yang menarik bagi saya. Di situ saya baca brosur yang judulnya “Nutrition by the Cup”. Ini merupakan kustomisasi minuman yang berhubungan dengan kandungan kalori dan lemak (fat) yang kita inginkan. Jadi, kita bisa memesan minuman dan kemudian menambahkan sejumlah istilah dalam brosur itu sesuai keinginan kita.

Istilah yang digunakan cukup unik. Kalau kita pesan Caffè Latte dan bilang “Hold the Whip”, barista-nya akan meracik minuman Caffè Latte tersebut sedemikian rupa sehingga kalorinya bisa berkurang sebesar 80 sampai 130 kalori dan lemaknya berkurang sebesar 8 sampai 12 gram. Kalau kita bilang “Reduced-Fat and Skim Milk”, berarti kita menginginkan Caffè Latte kita itu kalorinya bisa berkurang sampai 140 kalori dan lemaknya berkurang sebanyak 19 gram.
Nah, ini menunjukkan bahwa produk memang tidak bisa lagi menjadi domain perusahaan semata. Pelanggan harus dilibatkan dalam kreasi produk. Bagaimana pun, produk dibuat untuk kepentingan pelanggan itu sendiri, dan dia juga yang akan mengonsumsinya. Dengan langkah-langkah di atas, Starbucks juga telah melakukan Communitization. Pelanggan akan datang ke kedainya bukan hanya untuk minum kopi, tapi juga untuk mendapatkan wisdoms tadi dan memperbincangkannya dengan teman-temannya. Selain itu, hal seperti ini juga memperkuat Coding the DNA dari Starbucks yang values-conscious. “The Way I See It” memperkuat nilai-nilai spiritual-kemanusiaan, sementara “Nutrition the Cup” memperkuat masalah perhatian terhadap kesehatan.

Bisa dilihat bahwa yang namanya New Wave Marketing, sekali lagi saya tekankan, tidak melulu bersifat online. Program “The Way I See It” dan “Nutrition by the Cup” dari Starbucks menunjukkan bahwa tidak perlu terlalu rumit untuk menerapkan praktik New Wave Marketing. Yang penting adalah gagasan-gagasan kreatif dan keberanian untuk menerapkannya dalam praktik sehari-hari.

--Hermawan Kartajaya

"Chicago Crime Scene" from Domino's Pizza

MAU order pizza yang namanya “Chicago Crime Scene”? Atau mungkin mau order pizza lainnya: “Viking”, “Big Dog”, “Ciao Bella!”, “Marks Monster”, “Happy Birthday Aaron”, “Filthy” atau “Rhonda Half Doug Half”? Jangan heran, nama-nama pizza yang aneh-aneh itu memang ada sungguhan. Nama-nama pizza itu didaftarkan pelanggan Domino’s Pizza di Amerika untuk mengikuti program promosi Big Fantastic Deal (BFD) Builder.

BFD Builder ini memang merupakan salah satu kampanye yang dilakukan oleh perusahaan yang berlogo kartu domino itu. Domino’s Pizza yang didirikan pada tahun 1960 oleh Tom Monaghan ini sendiri sudah lama terkenal dengan positioning-nya sebagai 30-minute delivery pizza. Sejak tahun 1973, perusahaan pizza yang berkantor pusat di Ann Arbor, Michigan ini memang memberikan jaminan bahwa pelanggannya akan menerima pizza mereka dalam waktu kurang dari 30 menit sejak pemesanan, atau pelanggan akan mendapatkan pizza secara gratis.

Nah, dengan adanya program BFD Builder, Domino’s Pizza seakan menambah satu lagi keunggulan daya saing mereka. Kampanye marketing ini memang cukup unik. Di sini pelanggan bisa memesan pizza secara online dan mengombinasikan isinya sesuai pilihan mereka, lalu memberikan nama pizza tersebut sesuai keinginan mereka sendiri. Pelanggan bisa memilih sendiri jenis pinggiran (crust)-nya dari empat jenis yang ada, apakah mau hand-tossed, brooklyn, thin crust atau deep dish. Kemudian ukuran saus dan kejunya, apakah mau light, regular, atau ekstra. Lalu topping-nya sendiri bisa memilih apakah mau diisi ham, pepperoni, bacon, beef, jamur, nanas, bawang, dan sebagainya. Banyaknya isian topping ini juga bisa diatur, apakah mau di separuh pizza saja atau mau di seluruhnya.

Setelah itu, pelanggan memberikan nama terhadap pizza hasil racikannya itu dan mendaftarkannya ke database Domino’s Pizza BFD. Pelanggan yang lain bisa melihat dan juga memesan dari database pizza ini secara online. Pelanggan bisa mengurutkan namanya berdasarkan tingkat popularitasnya, urutan terbaru, atau secara alfabetis. Pada database itu juga bisa ditelusuri berapa banyak orang yang telah memesan masing-masing pizza itu secara real-time. Hebatnya, pizza ini, apapun kombinasi isinya, harganya tetap (flat rate), yaitu sebesar 10,99 dollar AS.

Kampanye marketing yang dimulai 17 Januari dan berakhir 27 Januari 2008 ini memang sangat unik dan mampu menghasilkan lebih dari dari 13 ribu nama pizza! Pemenangnya sendiri—yang dipilih oleh tim juri dari karyawan Domino’s Pizza berdasarkan nama dan kombinasi isi yang paling kreatif—akan mendapatkan gift certificate senilai 500 dollar AS. Pelanggan juga banyak yang tertarik mengikuti program ini karena situsnya sendiri juga sangat menarik dan mudah dimengerti. Ada gambar pizza yang akan berubah-ubah sesuai racikan yang kita buat. Situs yang dirancang agency kenamaan Crispin Porter + Bogusky (CP+B) ini bahkan memenangkan medali perak Cyber Lion untuk kategori websites and microsites di Festival Iklan Internasional Cannes Lion yang ke-55 lalu.

Nah, inilah contoh Co-Creation. Pelanggan terlibat langsung secara aktif dalam proses pembuatan produk yang mereka konsumsi. Lewat program BFD Builder ini, proses pembuatan produk tidak lagi menjadi monopoli produsen semata. Pelanggan tidak lagi tidak bisa berbuat apa-apa dan tinggal menerima saja produk yang disodorkan. Pelanggan bisa menentukan sendiri produk seperti apa yang ingin mereka konsumsi.

Terjadilah proses horisontalisasi yang merupakan ciri-ciri New Wave Marketing. Perusahaan sendiri di sini peranannya lebih ke fasilitator. Kreativitas pembuatan produk diserahkan kepada pelanggan, terserah apapun yang mereka inginkan. Dan, karena pelanggan bisa memberikan nama kepada pizza hasil racikannya itu, ikatan emosional yang terjadi sangat kuat. Pelanggan memiliki sense of belonging dan sense of ownership terhadap hasil kreasinya itu karena merupakan “bayinya” sendiri.

Perusahaan sendiri di sini diuntungkan. Dari sisi sumber daya manusia misalnya, tidak diperlukan chef pizza untuk meracik menu-menu pizza yang kreatif. Jangan lupakan juga bahwa pelanggan lainnya bisa menikmati kreativitas racikan menu itu. Pastinya akan muncul rasa bangga kalau melihat orang lain bisa ikut memesan pizza yang telah kita buat. Kreativitas memang jadi kunci di sini. Kalau Domino’s Pizza sekadar ingin menambahkan menu, bisa saja jaringan pizza terbesar kedua di Amerika ini membuatnya sendiri seperti biasa, tanpa perlu melakukan kampanye BFD Builder tadi.

Era New Wave Marketing memang akan semakin ditandai dengan kehadiran Co-Creation yang dinamis, interaktif, dan multi-sumber; yang akan menggeser produk yang statis, satu arah, dan satu sumber.

--Hermawan Kartajaya

It's not Product anymore, It's Co-Creation!

SEBAGAI salah satu elemen dari Marketing-Mix, Produk memang harus berada di urutan pertama sebelum membicarakan soal harga (price), saluran distribusi (place), dan komunikasi (promosi). Bagaimana tidak. Harga bisa tidak ada alias produk bisa ditawarkan secara gratis. Saluran distribusi juga tidak diperlukan kalau pelanggan mengambil langsung produk dari pabrik. Begitu pula promosi bisa saja tidak diperlukan. Namun, kalau tidak ada produk, lantas apa yang mau ditawarkan sebuah perusahaan kepada pelanggan?

Produk inilah yang sebenarnya menyebabkan terjadinya pertukaran value di pasar antara produsen dan pelanggan. Definisi produk sendiri cakupannya sangat luas. Mulai dari ponsel, layanan penerbangan, deposito, atau tulisan yang sedang Anda baca ini. Semuanya itu merupakan produk. Jadi, yang namanya produk bukan hanya benda-benda yang berwujud (tangible), namun juga termasuk benda-benda nirwujud (intangible).

Ketika perusahaan meluncurkan produk, tentu produk tersebut disebut produk baru. Produk baru ini memiliki dua pengertian. Pertama, pasar atau kategori produknya sudah ada, namun perusahaan tersebut baru meluncurkan produk di pasar tersebut. Misalnya adalah Kecap Sedaap. Pasar kecapnya sudah ada, namun bagi Wings Group sebagai produsen Kecap Sedaap, produk kecap itu merupakan produk baru. Pengertian produk baru yang kedua adalah produk yang benar-benar belum ada di pasar. Contohnya adalah iPod. Sebelumnya portable MP3 player seperti ini memang belum ada. Inilah yang disebut produk inovatif.

Lalu, kalau membahas produk, salah satu konsep utama yang harus diperhatikan adalah yang namanya product life cycle (PLC). Hal ini berhubungan dengan tahapan perjalanan hidup produk tersebut dan implikasinya terhadap strategi marketing. Secara ringkas, PLC ini diawali dari tahap Product Development. Di sini produk masih digodok di dalam perusahaan sehingga perusahaan baru mengeluarkan biaya (investasi) dan belum mendapatkan penjualan. Lalu, tahap selanjutnya adalah Introduction. Di sinilah awal produk tersebut diluncurkan ke pasar. Penjualannya tentu masih rendah karena permintaannya juga masih rendah.

Tahap berikutnya adalah Growth. Penjualan produk meningkat pesat. Biaya pembuatan produk mulai berkurang karena sudah tercapai economies of scale sehingga perusahaan mulai meraup profit. Namun, pesaing-pesaing juga mulai bermunculan di sini. Setelah Growth, produk akan memasuki tahap Mature. Di sini posisi kita sudah mapan dan volume penjualan sedang di puncak-puncaknya. Namun, pertumbuhannya cenderung stagnan, baik karena tingkat permintaan yang sudah jenuh maupun karena produk pesaing mulai meningkat penjualannya.
Dan yang terakhir adalah Decline. Volume penjualan mulai mengalami penurunan, harga menurun, dan profit mulai berkurang. Profit yang didapat biasanya berasal dari operational efficiency yang dilakukan perusahaan, bukan lagi dari penjualan.

Itulah sedikit tentang konsep PLC. Sebenarnya masih banyak lagi konsep yang bisa dibahas soal produk ini. Misalnya saja BCG Matrix yang membahas portofolio produk atau progression of economic value dari James Gilmore dan Joseph Pine. Namun, tentu saya tidak bisa membahas semuanya itu.

Nah, uraian di atas merupakan penjelasan singkat tentang produk dalam era Legacy Marketing. Namun, dalam era New Wave Marketing saat ini, bagi saya istilah yang lebih tepat bukan “produk” lagi, namun Co-Creation. Bagi saya, “produk” itu cenderung statis, bersifat satu arah, dan berasal dari satu sumber. Sementara Co-Creation maknanya cenderung lebih dinamis, bersifat interaktif, dan berasal dari multi-sumber.

Untuk lebih jelasnya, ambil contoh telepon seluler. Bandingkan saja antara kondisi sekarang di tahun 2008 dengan, taruhlah, kondisi pada tahun 2000. Pelanggan ponsel saat ini bisa memodifikasi sendiri ponselnya, misalnya saja dengan menambahkan pernak-pernik atau mengganti wallpaper di ponsel tersebut. Jadi, produk yang ada di tangan pelanggan bisa tidak sama persis dengan produk yang dihasilkan produsen. Ini menunjukkan kedinamisan.
Pelanggan ponsel di tahun 2008 ini juga bisa memberikan masukan ke produsen, produk seperti apa yang mereka inginkan. Nokia Communicator misalnya, pengembangannya berasal dari masukan komunitas pelanggannya. Ini menunjukkan adanya interaksi. Berbagai komponen dan fitur ponsel saat ini juga bisa berasal bukan dari satu produsen. Desainnya bisa berasal dari sebuah negara di Eropa, namun komponen-komponennya dari Tiongkok, sementara software-nya buatan Indonesia. Inilah yang dimaksud berasal dari multi-sumber.

Jadi, dalam era New Wave Marketing saat ini, produk sudah lebih dinamis, bersifat interaktif, dan berasal dari multi-sumber. Produk sudah menjadi Co-Creation.

--Hermawan Kartajaya

Wikipedia: Collective Wisdom from the Crowds

ANDA tahu situs Wikipedia, bukan? Bagi Anda yang belum tahu, situs ini merupakan ensiklopedia online raksasa. Berbagai informasi bisa kita dapatkan di situs ini dengan cepat, tanpa perlu repot-repot membolak-balik buku-buku yang tebal dan berat-berat seperti Encyclopædia Britannica yang mencapai 32 volume!

Banyak orang yang memang merasakan manfaat dari kehadiran Wikipedia ini. Tidak heran jika situs yang diciptakan oleh Jimmy Wales dan Larry Sanger pada tahun 2001 ini tumbuh dengan pesat. Wikipedia mampu menarik 684 juta pengunjung setiap tahunnya. Kemudian, ada lebih dari 75 ribu kontributor aktif yang mengerjakan lebih dari 10 juta artikel dalam lebih dari 250 bahasa. Saat tulisan ini saya buat saja, ada lebih dari 2,5 juta artikel dalam bahasa Inggris. Setiap hari ada ratusan ribu pengunjung dari seluruh dunia yang menyunting puluhan ribu artikel dan menciptakan ribuan artikel baru untuk memperkaya pengetahuan yang ada di Wikipedia ini.
Ya, inilah kelebihan Wikipedia dibanding ensiklopedia yang berbentuk buku. Wikipedia memudahkan orang untuk mengakses dan sekaligus menyumbangkan informasi. Selain itu, karena online, dengan mudah dan cepat setiap artikel yang ada bisa diperbaharui dengan informasi terbaru.

Kisah Wikipedia ini merupakan contoh nyata dari apa yang disebut sebagai “collective wisdom from the crowds”. Coba saja, setiap orang bisa menyumbangkan artikel baru. Begitu juga, setiap artikel yang ada di Wikipedia bisa dengan mudah disunting. Berarti, setiap orang juga punya peluang untuk memberikan informasi yang salah.
Namun, nyatanya kredibilitas Wikipedia tetap terjaga. Wikipedia masih tetap menjadi referensi nomor satu di jagat maya sampai saat ini. Mengapa demikian? Hal ini karena setiap pengunjung Wikipedia yang jumlahnya jutaan dan juga puluhan ribu kontributor aktif tadi dengan sendirinya akan mengetahui kalau ada informasi yang salah. Mereka bisa langsung memperbaikinya dengan cepat.

Dalam buku The Wisdom of Crowds, James Surowiecki mengatakan bahwa orang banyak alias crowd akan mampu menghasilkan keputusan yang sering kali lebih baik dibanding keputusan yang dibuat oleh tiap-tiap individu. Surowiecki yang merupakan staf penulis di majalah mingguan The New Yorker membuka bukunya dengan sebuah kisah yang cukup menarik tentang Francis Galton, seorang ilmuwan dari Inggris.

Suatu ketika Galton sedang berjalan-jalan di sebuah pasar rakyat. Ada sebuah kompetisi untuk menebak berat badan seekor banteng dan diikuti sekitar 800 orang. Ketika hasilnya diumumkan, ada temuan yang menarik. Ternyata, secara rata-rata, hasil tebakan seluruh 800 orang hanya berbeda satu pon dari berat banteng yang sebenarnya. Tebakan rata-rata ini lebih tepat ketimbang estimasi dari sejumlah pakar hewan ternak yang ada di situ.

Nah, ini menjadi pengantar dari uraian Surowiecki selanjutnya yang berargumen bahwa crowd mampu membuat keputusan dan prediksi yang lebih baik daripada orang per orang atau bahkan dibanding sekelompok pakar sekalipun. Namun, tidak semua crowd mampu memberikan pengaruh yang positif atau mengambil keputusan yang bijaksana. Misalnya saja saat terjadi kerusuhan di pentas musik atau kepanikan investor saat terjadi krisis di pasar modal.
Mengapa bisa terjadi demikian? Menurut Surowiecki, ada sejumlah kriteria kunci agar sebuah crowd mampu bertindak dengan bijak. Yang pertama adalah adanya keragaman pendapat. Setiap orang seharusnya memiliki informasi yang unik untuk menjamin adanya variasi pemikiran. Kedua adalah adanya kebebasan berpendapat. Jadi, pendapat seseorang tidak ditentukan oleh pendapat orang-orang di sekitar mereka.

Kemudian kriteria ketiga adalah adanya desentralisasi. Masing-masing orang mampu mengemukakan pendapat berdasarkan local knowledge-nya. Dan kriteria yang terakhir adalah adanya metode yang baik untuk mengumpulkan pendapat masing-masing orang dan diolah menjadi sebuah keputusan kolektif.

Dalam kasus kepanikan investor di pasar modal, bisa dilihat bahwa tidak terjadi keragaman dan kebebasan berpendapat. Investor terlalu memperhatikan pendapat orang lain dan tidak mampu bertindak independen. Selanjutnya mereka mulai meniru tindakan orang lain daripada berpikir dan bertindak secara berbeda. Sebaliknya, bisa kita lihat bahwa keempat kriteria tadi mampu dipenuhi oleh Wikipedia.

Wisdom of the crowds ini memang akan semakin mempengaruhi setiap aspek pemasaran. Pendapat sekelompok elit orang akan kalah pamor dibanding pendapat dari orang banyak seperti ini. Inilah proses horisontalisasi yang terjadi dalam era New Wave Marketing. Jadi, jangan pernah sekali-kali mengabaikan apa-apa yang dikatakan oleh orang banyak!

--Hermawan Kartajaya

Love and Frappuccino in Shanghai

ANDA tahu film “A Sunny Day”? Kisah film cinta ini sangat klasik. Ada seorang pria musisi jalanan yang sering ngamen di stasiun kereta bawah tanah. Suatu ketika, pria ini bertemu dengan seorang wanita yang baru saja ditinggal mati pacarnya. Pria ini akhirnya jatuh cinta kepada si wanita. Namun, di tengah kisah cinta mereka berdua, tahu-tahu mantan pacar si pria datang kembali.

Nah, alur kisah cinta seperti ini tentu sudah sangat familiar bagi Anda, bukan? Lantas, apa yang berbeda dari film ini? Film ini bukan ditayangkan di bioskop atau televisi, tapi ditayangkan di stasiun dan di dalam kereta bawah tanah di Shanghai!

Film yang ditayangkan perdana pada November 2007 ini merupakan buah kerjasama antara Starbucks dan Pepsi. Kedua perusahaan itu membiayai dan membantu produksi film tersebut sebagai bagian dari kampanye untuk memperkenalkan produk terbarunya, yaitu minuman botol frappuccino di pasar China.

Memang, sejak awal November 2007 itu, Starbucks mulai menjual produk tersebut di pasar China. Tujuannya untuk meningkatkan sales dan juga diversifikasi distribusi. Jadi, produk kopi yang selama ini hanya bisa dinikmati di kedai-kedai Starbucks akan bisa dinikmati juga di luar kedai-kedai itu. Pepsi sendiri berperan sebagai penyedia botol dan distributor untuk minuman botol frappuccino dari Starbucks itu.

Selain di kedai-kedai Starbucks, minuman botol frappuccino ini juga dijual di sejumlah convenience store dan toko ritel di Shanghai, Beijing, dan Hongkong. Ukurannya 281 ml dengan dua rasa, Mocha dan Coffee, dengan kisaran harga antara 15 yuan sampai 20 yuan.
Sekarang, kembali ke film tadi. “A Sunny Day” memang ditayangkan secara eksklusif pada ribuan televisi layar datar yang ada di stasiun dan di dalam kereta bawah tanah di Shanghai. Ada sekitar 2,2 juta penumpang kereta bawah tanah setiap harinya yang bisa menyaksikan film tersebut.

Film yang bergaya opera sabun ini dibagi menjadi beberapa segmen. Setiap segmennya berdurasi beberapa menit dan ditayangkan selama sekitar 40 hari kerja.
Sementara itu, agar penonton bisa tetap menikmati film tersebut dengan nyaman, disertakan juga subtitle dalam bahasa China. Ini bisa membantu penonton untuk mengikuti dialog di tengah-tengah kebisingan suara kereta bawah tanah. Selain itu, film ini juga ditayangkan berulang kali setiap harinya sehingga memperbesar peluang orang untuk mengikuti setiap segmen kisahnya.

Dari sisi teknis pembuatan sendiri, para aktor menjaga dialog dan pergerakan seminimal mungkin untuk menyesuaikan dengan layar di kereta yang ukurannya relatif kecil dan terus bergoyang seiring dengan laju kereta.

Ya, program marketing ini memang cukup kreatif. Howard Schultz, Chairman Starbucks, sendiri bilang, “It’s quite unique and demonstrates a departure from conventional marketing.”
Jalur kereta bawah tanah di seluruh dunia memang telah lama dieksplorasi untuk menampilkan karya-karya visual yang menawan. Stasiun Metro di Paris misalnya, seabad lalu sudah digunakan untuk karya seni. Pada dasawarsa 1980-an, Keith Haring, seniman grafiti ternama dari New York, berkreasi pada jalur kereta bawah tanah di kota tersebut dengan proyek-proyeknya seperti “Studio in the Subway.”

Begitu juga di kota-kota lain. Di Singapura, di beberapa lokasi di dalam terowongan kereta bawah tanah, kita bisa menyaksikan tayangan yang sebenarnya gambar diam namun bisa nampak seperti film karena laju kereta yang sangat cepat. Di Moskow, beberapa stasiun kereta bawah tanah bahkan memiliki dekorasi layaknya lobi sebuah opera house atau ballet house!
Bagi saya, langkah yang dilakukan oleh Starbucks tadi merupakan sebuah upaya Communitizing the Crowd. Bagaimana tidak. Penumpang kereta merupakan kumpulan individu yang lepas, tidak kenal satu sama lain. Mereka juga tidak punya interest dan values yang sama. Namun, dengan penayangan film tadi, orang-orang ini bisa memiliki suatu keterikatan interest, yaitu untuk mengikuti kelanjutan cerita film “A Sunny Day” itu.

Komunitas yang ingin dibentuk juga cukup potensial. Para penumpang kereta bawah tanah itu merupakan kalangan kelas menengah perkotaan. Kisahnya juga bisa menyentuh aspirasi generasi muda yang Confirmed-Community dari Starbucks.

Sementara, bagi Starbucks sendiri, ini merupakan langkah yang kreatif. Karena medianya unik, maka pesan yang disampaikan bisa efektif dan juga bisa menimbulkan Conversation.
Inilah era New Wave Marketing. Marketing-Mix alias 4P yang semula kita kenal dalam Legacy Marketing akan berubah menjadi Crowd-Combo. Bagaimana kita mengombinasikan dengan kreatif elemen-elemen Crowd-Combo-lah yang nantinya akan menentukan masa depan kita di lanskap New Wave ini.


Hermawan Kartajaya