Rabu, 03 Desember 2008

InnoCentive: Crowdsourcing for Solutions

Anda ingin mengembangkan produk baru namun tidak punya biaya untuk melakukan risetnya?



Jangan khawatir. Anda bisa meminta bantuan dari para peneliti di seluruh dunia dengan biaya yang relatif terjangkau. Caranya? Daftar saja ke InnoCentive di www.innocentive.com. Di situ Anda bisa mengutarakan permasalahan Anda, ajukan berapa nilai kompensasi yang mau Anda berikan untuk orang yang bisa menyelesaikannya, dan nanti orang akan berduyun-duyun menghubungi Anda dengan tawaran solusi dari mereka.



Ya, InnoCentive yang diluncurkan pada tahun 2002 ini merupakan situs yang menjadi mediator antara pihak-pihak yang menghadapi suatu masalah (disebut “Seekers”) dan orang-orang yang memiliki kompetensi untuk menyelesaikan masalah tersebut (“Solvers”).



Setiap orang, di mana pun ia berada asal punya akses Internet, dapat bergabung ke Innocentive ini, baik sebagai Seekers maupun sebagai Solvers. Organisasi yang tercatat sebagai Seekers berasal dari perusahaan dari berbagai industri, institusi pemerintahan, dan organisasi nirlaba. Di lain pihak, sampai saat ini sudah tercatat ada 160 ribu Solvers dari 175 negara serta berasal dari 60 disiplin industri.



Masalah yang telah diselesaikan oleh para Solvers ini sangat beragam. Mulai dari cara untuk mengurangi kandungan sodium dalam makanan, cara mempercepat proses biodegradasi, peningkatan efisiensi baterai yang biasa digunakan dalam peralatan rumah tangga, sampai ke hal-hal yang nampaknya remeh (trivia) seperti metode membersihkan bayi atau ide untuk membuat perubahan perilaku jangka panjang dalam gaya hidup.



Sementara itu, kompensasi yang diberikan untuk para Solvers ini tidak sedikit, kisarannya antara 5000 dollar AS sampai 1 juta dollar AS.



Sejak tahun 2007, InnoCentive juga melakukan kemitraan dengan Rockefeller Foundation untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok orang-orang yang tidak mampu atau masalah-masalah sosial lainnya. Rockefeller Foundation akan membayar biaya-biaya para Seekers seperti ini, termasuk memberikan kompensasi kepada para Solvers-nya.



Model bisnis seperti yang dilakukan InnoCentive inilah yang disebut sebagai “crowdsourcing.” Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Jeff Howe di artikelnya dalam majalah Wired pada Juni 2006.



Anda tentu sudah akrab dengan istilah outsourcing, bukan? Nah, crowdsourcing ini mirip dengan outsourcing. Bedanya, dalam crowdsourcing ini tugas atau masalahnya dialih-daya (outsourced) ke banyak orang secara terbuka (publik), bukan ke perusahaan lain yang biasanya dilakukan dengan tertutup. Jadi, crowdsourcing ini berarti alih-daya (outsourcing) yang dikerjakan secara beramai-ramai oleh banyak pihak.



Manfaat crowdsourcing ini jelas sangat banyak. Masalah yang dihadapi perusahaan dapat dianalisis dan diselesaikan dengan biaya yang relatif rendah dan waktu yang lebih cepat. Sistemnya juga “pay by results”, kalau solusinya didapat baru diberikan kompensasi. Bukan “trial and error” yang biasanya ada dalam sebuah laboratorium atau pusat R&D. Perusahaan juga dapat memantau—dan kalau perlu merekrut—talenta-talenta terbaik yang ada di berbagai negara.



Masalah kolaborasi ini juga menjadi penekanan dalam buku The New Age of Innovation yang ditulis C.K. Prahalad dan M.S. Krishnan. Kedua penulis mengemukakan bahwa model bisnis yang ada sekarang bisa disebut sebagai “R = G”.



Maksudnya, sumber daya bisa berasal dari beragam vendor dan seringkali berasal dari berbagai penjuru dunia (“Resources = Global”). Beda dengan masa lalu di mana sumber daya berasal dari satu lokasi atau kawasan saja.



Prahalad dan Krishnan memberikan contoh perbandingan antara model bisnis mobil T-Ford dengan iPod.



Pada mobil T-Ford, sumber dayanya semua berasal dari pabriknya di Detroit. Pengerjaannya juga di dalam pabrik itu. Sementara pada iPod sumber dayanya berasal dari berbagai pihak. Perangkatnya sendiri terdiri dari berbagai komponen yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Korea, dan Amerika. Sementara, konten musiknya berasal dari berbagai musisi di seluruh dunia.



Nah, karena itu, di era New Wave Marketing yang menerapkan model bisnis “R = G” ini, yang penting adalah akses terhadap sumber daya tersebut, bukan kepemilikan sumber daya. Sebuah perusahaan tidak perlu memiliki sendiri perusahaan-perusahaan lainnya yang memiliki sumber daya yang dibutuhkan. Ia cukup menjalin kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan itu.



Kolaborasi seperti kasus InnoCentive dan iPod tentu bisa terjadi berkat kemajuan teknologi Internet. Di sini semua pihak punya peluang yang sama, baik pihak yang membutuhkan solusi atau sumber daya maupun pihak yang punya solusi atau sumber daya tersebut.



Inilah yang merupakan salah satu ciri horisontalisasi dalam era New Wave Marketing.


Hermawan Kartajaya

Tidak ada komentar: