Minggu, 14 Desember 2008

RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara Bermasalah

Sabtu, 19 Februari 2005Jakarta, Kompas - Sekalipun termasuk dalam prioritas pembahasan tahun 2005 ini, draf Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan revisi atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan dinilai masih bermasalah.

Draf rancangan undang-undang (RUU) yang rencananya akan diserahkan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir Februari ini belum melewati konsultasi publik yang memadai. Substansi yang termuat dalam RUU itu bukan sekadar berpotensi melahirkan penolakan dari kelompok masyarakat yang belum dilibatkan dalam proses penyusunannya, tetapi juga bisa berakibat buruk bagi pengembangan sektor pertambangan.

Penilaian tersebut disampaikan Forum Masyarakat Tambang (Format) dalam jumpa pers di Gedung MPR/DPR, Jumat (18/2). Direktur Eksekutif Format Achmad Zulkarnain meminta agar pemerintah menunda dulu penyerahan draf RUU tersebut. Jika pemerintah bersikeras meneruskannya dengan segala masukan itu, Format menegaskan sikap mereka untuk menolak pengesahan RUU tersebut menjadi undang- undang.

Format menunjukkan empat kelemahan proses penyusunan draf RUU tersebut. Potensi penolakan akan muncul karena belum dilakukannya mekanisme konsultasi publik, termasuk mengabaikan keterlibatan pemerintah daerah. Draf tersebut juga tidak dilampiri naskah akademik untuk memberikan gambaran kondisi pertambangan secara umum. Draf juga dinilai tidak terintegrasi dengan undang-undang atau kebijakan di sektor lain. Karena itu, akan lebih baik jika segala kelemahan dalam proses penyusunan itu dituntaskan paling lambat tiga bulan ini.

Sejumlah substansi dalam draf RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara juga dinilai bermasalah. Tidak dicantumkannya keharusan menyertakan rencana pascatambang juga ditengarai bakal melahirkan persoalan lingkungan. (dik)

Tidak ada komentar: