Minggu, 30 November 2008

New Wave Marketing : "Citizens" or "Criminals"?: The BBC World Case

“Citizens” atau “Criminals”? Itulah kalimat yang tertera pada sebuah billboard di kawasan Times Square, New York, Amerika pada pertengahan 2007 lalu. Di tengah-tengah billboard itu ada gambar sekelompok pemuda imigran ilegal dari Meksiko yang sedang berhadapan dengan sejumlah polisi.



Rupanya ini adalah billboard dari BBC World yang dipasang sebagai bagian dari kampanyenya di Amerika. Billboard ini memang cukup unik karena melibatkan orang yang melihat billboard ini untuk menentukan, apa makna gambar tadi bagi mereka.



Jadi, kalau para pemuda Meksiko tadi dianggap sebagai warganegara, audiens billboard ini bisa mengirim SMS dengan angka “01” ke nomor 47647. Sementara kalau dianggap kriminal, SMS yang dikirim angkanya “02”. Di billboard tadi juga ada display digital yang menunjukkan berapa banyak suara (vote) yang masuk untuk masing-masing pilihan secara real time.



Inilah contoh bagaimana sebuah perusahaan bisa melibatkan pelanggannya dalam menentukan makna dan karakter dari mereknya.



Dengan memasang billboard interaktif seperti itu, BBC World seakan ingin menegaskan posisinya yang netral dalam meliput berita. Pelangganlah—dalam hal ini pemirsa televisi, pembaca situs, atau pendengar radio BBC World—yang menentukan makna berita yang diliput itu.



Selain foto pemuda Meksiko dan polisi tadi, ada tiga versi lainnya dari billboard ini. Pertama adalah foto sejumlah tentara Amerika yang sedang berperang di Timur Tengah dengan pilihan “Occupier” atau “Liberator”. Versi kedua yang menampilkan foto bendera negara China dengan pilihan “Befriend” atau “Beware”. Dan yang ketiga ada foto seorang petugas kesehatan berseragam lengkap membawa dua ekor ayam mati dengan pilihan “Imminent” atau “Preventable”.



Bisa dilihat bahwa isu-isu yang diangkat merupakan isu-isu yang sedang hangat saat itu dan sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari masyarakat kota besar di Amerika seperti New York.



Billboard interaktif dari BBC World inilah yang merupakan contoh dari apa yang disebut sebagai Citizen Brand.



Istilah Citizen Brand ini dikemukakan oleh Marc Gobe, pakar brand yang berasal dari New York. Ini merupakan paradigma bahwa merek bukanlah milik perusahaan, namun merupakan milik masyarakat. Citizen Brand ini berupaya untuk mendapatkan dan mempertahankan relasi emosional jangka panjang dengan komunitas dan masyarakat di sekitarnya.



Gobe yang juga menulis buku Emotional Branding ini berpendapat bahwa saat ini sebuah merek tidak bisa lagi statis dan ditetapkan secara sepihak oleh perusahaan.



Sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, seperti serangan teroris 9/11 dan perang di Timur Tengah, turut membentuk pola pikir orang terhadap merek. Peristiwa tersebut mengubah cara kita melakukan bisnis dan juga cara kita merasa dan berpikir (feel and think).



Merek-merek yang berasal dari Amerika misalnya, mendapat pengaruh yang tidak sedikit dari berbagai peristiwa tersebut. Pengaruhnya ini bisa memperkuat atau justru memperlemah merek yang bersangkutan. Padahal perusahaannya sendiri tidak terkait langsung dengan peristiwa itu.



Citizen Brand ini menekankan pentingnya pemahaman bahwa pelanggan lebih dari sekadar konsumen. Sebuah merek harus melihat konsumen sebagai seorang manusia yang tidak hanya butuh kualitas semata, tetapi juga membutuhkan merek yang bisa memberikan ketenangan dan kontribusi bagi perkembangan lingkungan sekitar dan dunia secara keseluruhan.



Inilah yang menunjukkan terjadinya proses horisontalisasi di era New Wave Marketing. Masyarakatlah—bukan perusahaan—yang menentukan, seperti apakah karakter sebuah merek.



Kalau di era Legacy Marketing kita mengenal konsep Brand Equity dari David Aaker yang terdiri dari Brand Awareness, Brand Associations, Perceived Quality, Other Proprietary Assets, dan Brand Loyalty; maka di era New Wave Marketing istilahnya menjadi Character Meaning.



Character Meaning ini terdiri dari Character Presence, Character Connection, Perceived Relevance, Other Ownership Assets, dan Character Advocacy.



Maka, orang bukan hanya harus sadar (aware) terhadap merek itu, namun juga harus merasakan kehadirannya (presence). Bukan hanya bisa melihat asosiasi, namun juga merasakan koneksi dengan merek tersebut. Bukan hanya bisa menilai kualitas, namun juga merasakan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Dan bukan hanya loyal, namun juga mampu menjadi pendukung setia merek tersebut.



Sebuah merek memang akan bergerak secara dinamis dari waktu ke waktu. Di era New Wave Marketing ini, perusahaan tidak bisa lagi membangun mereknya sendirian, namun harus melibatkan pelanggan untuk membangun karakternya.




-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --



Hermawan Kartajaya

Tidak ada komentar: