Selasa, 11 November 2008

Love and Frappuccino in Shanghai

ANDA tahu film “A Sunny Day”? Kisah film cinta ini sangat klasik. Ada seorang pria musisi jalanan yang sering ngamen di stasiun kereta bawah tanah. Suatu ketika, pria ini bertemu dengan seorang wanita yang baru saja ditinggal mati pacarnya. Pria ini akhirnya jatuh cinta kepada si wanita. Namun, di tengah kisah cinta mereka berdua, tahu-tahu mantan pacar si pria datang kembali.

Nah, alur kisah cinta seperti ini tentu sudah sangat familiar bagi Anda, bukan? Lantas, apa yang berbeda dari film ini? Film ini bukan ditayangkan di bioskop atau televisi, tapi ditayangkan di stasiun dan di dalam kereta bawah tanah di Shanghai!

Film yang ditayangkan perdana pada November 2007 ini merupakan buah kerjasama antara Starbucks dan Pepsi. Kedua perusahaan itu membiayai dan membantu produksi film tersebut sebagai bagian dari kampanye untuk memperkenalkan produk terbarunya, yaitu minuman botol frappuccino di pasar China.

Memang, sejak awal November 2007 itu, Starbucks mulai menjual produk tersebut di pasar China. Tujuannya untuk meningkatkan sales dan juga diversifikasi distribusi. Jadi, produk kopi yang selama ini hanya bisa dinikmati di kedai-kedai Starbucks akan bisa dinikmati juga di luar kedai-kedai itu. Pepsi sendiri berperan sebagai penyedia botol dan distributor untuk minuman botol frappuccino dari Starbucks itu.

Selain di kedai-kedai Starbucks, minuman botol frappuccino ini juga dijual di sejumlah convenience store dan toko ritel di Shanghai, Beijing, dan Hongkong. Ukurannya 281 ml dengan dua rasa, Mocha dan Coffee, dengan kisaran harga antara 15 yuan sampai 20 yuan.
Sekarang, kembali ke film tadi. “A Sunny Day” memang ditayangkan secara eksklusif pada ribuan televisi layar datar yang ada di stasiun dan di dalam kereta bawah tanah di Shanghai. Ada sekitar 2,2 juta penumpang kereta bawah tanah setiap harinya yang bisa menyaksikan film tersebut.

Film yang bergaya opera sabun ini dibagi menjadi beberapa segmen. Setiap segmennya berdurasi beberapa menit dan ditayangkan selama sekitar 40 hari kerja.
Sementara itu, agar penonton bisa tetap menikmati film tersebut dengan nyaman, disertakan juga subtitle dalam bahasa China. Ini bisa membantu penonton untuk mengikuti dialog di tengah-tengah kebisingan suara kereta bawah tanah. Selain itu, film ini juga ditayangkan berulang kali setiap harinya sehingga memperbesar peluang orang untuk mengikuti setiap segmen kisahnya.

Dari sisi teknis pembuatan sendiri, para aktor menjaga dialog dan pergerakan seminimal mungkin untuk menyesuaikan dengan layar di kereta yang ukurannya relatif kecil dan terus bergoyang seiring dengan laju kereta.

Ya, program marketing ini memang cukup kreatif. Howard Schultz, Chairman Starbucks, sendiri bilang, “It’s quite unique and demonstrates a departure from conventional marketing.”
Jalur kereta bawah tanah di seluruh dunia memang telah lama dieksplorasi untuk menampilkan karya-karya visual yang menawan. Stasiun Metro di Paris misalnya, seabad lalu sudah digunakan untuk karya seni. Pada dasawarsa 1980-an, Keith Haring, seniman grafiti ternama dari New York, berkreasi pada jalur kereta bawah tanah di kota tersebut dengan proyek-proyeknya seperti “Studio in the Subway.”

Begitu juga di kota-kota lain. Di Singapura, di beberapa lokasi di dalam terowongan kereta bawah tanah, kita bisa menyaksikan tayangan yang sebenarnya gambar diam namun bisa nampak seperti film karena laju kereta yang sangat cepat. Di Moskow, beberapa stasiun kereta bawah tanah bahkan memiliki dekorasi layaknya lobi sebuah opera house atau ballet house!
Bagi saya, langkah yang dilakukan oleh Starbucks tadi merupakan sebuah upaya Communitizing the Crowd. Bagaimana tidak. Penumpang kereta merupakan kumpulan individu yang lepas, tidak kenal satu sama lain. Mereka juga tidak punya interest dan values yang sama. Namun, dengan penayangan film tadi, orang-orang ini bisa memiliki suatu keterikatan interest, yaitu untuk mengikuti kelanjutan cerita film “A Sunny Day” itu.

Komunitas yang ingin dibentuk juga cukup potensial. Para penumpang kereta bawah tanah itu merupakan kalangan kelas menengah perkotaan. Kisahnya juga bisa menyentuh aspirasi generasi muda yang Confirmed-Community dari Starbucks.

Sementara, bagi Starbucks sendiri, ini merupakan langkah yang kreatif. Karena medianya unik, maka pesan yang disampaikan bisa efektif dan juga bisa menimbulkan Conversation.
Inilah era New Wave Marketing. Marketing-Mix alias 4P yang semula kita kenal dalam Legacy Marketing akan berubah menjadi Crowd-Combo. Bagaimana kita mengombinasikan dengan kreatif elemen-elemen Crowd-Combo-lah yang nantinya akan menentukan masa depan kita di lanskap New Wave ini.


Hermawan Kartajaya

Tidak ada komentar: