Rabu, 12 November 2008

It's not Price anymore, It's Currency!

HARGA (price) merupakan elemen berikutnya dalam Marketing-Mix setelah Produk. Saya juga mengelompokkan harga dan produk ini menjadi satu bagian yang disebut Offer, karena kedua elemen inilah yang sebenarnya ditawarkan (offer) oleh perusahaan kepada pelanggan. Untuk menentukan harga sebuah produk, perusahaan bisa menempuh berbagai cara. Saya sendiri melihat bahwa sebenarnya ada empat dasar strategi penentuan harga (pricing), yang bisa dijelaskan secara sederhana sebagai berikut.

Pertama adalah “Market-based pricing”. Di sini penentuan harga ditentukan berdasarkan hukum penawaran dan permintaan yang ada di pasar. Kalau permintaan meningkat sementara penawarannya tetap atau malah menurun, sudah tentu harganya akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kalau pasokan barang berlimpah di pasar sementara permintaan dari pelanggan tetap, harganya cenderung akan turun.

Strategi kedua adalah “Cost-based pricing”. Untuk menentukan harga jual, pertama-tama produsen menghitung biaya yang telah dikeluarkan untuk memproduksi sebuah produk. Kemudian perusahaan menambahnya dengan besar margin kepada distributor dan besar profit yang diinginkan kepada biaya tersebut, sehingga didapat hasil akhir yang berupa harga jual.

Kemudian yang ketiga adalah “Competitor-based pricing.” Di sini perusahaan sudah punya data harga produk serupa dari pesaing yang ada di pasar. Tinggal kemudian perusahaan menetapkan apakah akan memasang harga di atas, di bawah atau pada tingkat harga rata-rata produk serupa yang sudah ada di pasar.

Dan strategi penentuan harga yang keempat adalah “Value-based pricing.” Di sini perusahaan menetapkan harga berdasarkan nilai (value) produk tersebut di mata pelanggan. Ini dilakukan jika produk tersebut merupakan produk inovatif atau memang memiliki keunggulan daya saing yang kuat dibanding produk lainnya.

Selain keempat strategi ini sebenarnya masih ada strategi pricing lainnya. Namun sebenarnya strategi lainnya ini kalau ditelusuri masih merupakan turunan atau varian dari keempat strategi pricing di atas. Misalnya saja yang disebut “Reverse-based pricing.” Ini merupakan strategi pricing dengan cara menentukan harga produk di tingkat konsumen terlebih dahulu, baru kemudian “ditarik ke belakang” sampai ke tingkat manufaktur. Proses distribusi dan produksi diatur sedemikian rupa sehingga biaya yang timbul tidak melebihi harga jual yang telah ditentukan di awal. Bisa dilihat bahwa ini merupakan varian dari strategi “Cost-based pricing”.

Soal harga ini, ada gurauan yang populer di daerah Jawa Timur. Kalau kita naik becak dan tukang becaknya srudak-sruduk nggak karuan, lalu kita protes, maka dia akan bilang “Selawe kok njaluk selamet”. Artinya, kualitas produk atau layanan dipersepsikan berbanding lurus dengan harga. Kalau cuma membayar murah, jangan mengharapkan kualitasnya tinggi. Begitu juga sebaliknya.

Padahal, hal ini tidak sepenuhnya benar. Pesaing semakin banyak, pelanggan juga semakin pintar, sehingga kualitas produk atau layanan yang baik seharusnya sudah taken for granted. Tidak sedikit pula produk berharga tinggi yang kualitasnya relatif sama dengan produk yang harganya lebih terjangkau. Jadi, relasi antara produk dan harga yang berbanding lurus ini perlu dilihat dengan lebih cermat.

Nah, uraian di atas merupakan penjelasan singkat tentang masalah harga dalam era Legacy Marketing. Namun, dalam era New Wave Marketing saat ini, bagi saya istilah yang lebih tepat bukan lagi “harga” alias “price”, namun Currency. Harga itu maknanya cenderung tetap, sementara Currency lebih fleksibel. Sebagai ilustrasi, coba saja lihat kurs mata uang seperti Rupiah terhadap dollar AS. Hari ini, misalnya, nilai tukar 1 dollar AS sama dengan Rp 9.500. Namun besok bisa saja nilai tukar 1 dollar AS sama dengan Rp 9.800. Nilainya naik-turun tergantung berbagai faktor.

Jadi, produk atau Co-Creation yang telah dibuat nantinya tidak punya suatu nilai harga yang tetap. Untuk produk yang sama, nilainya bisa naik, bisa pula turun. Contoh Currency bisa dilihat pada sektor penerbangan. Harga tiket yang Anda pesan untuk penerbangan dengan rute dan waktu penerbangan yang sama harganya bisa berbeda, tergantung berbagai faktor terkait.

Yang pertama adalah soal waktu. Semakin lama jangka waktu antara Anda memesan tiket pesawat tersebut dengan waktu penerbangan Anda, harganya semakin murah. Begitu pula sebaliknya. Semakin mepet waktu Anda memesan tiketnya, semakin mahal pula harganya. Faktor lainnya adalah masalah bahan bakar. Dalam industri penerbangan ini, biaya bahan bakar dimasukkan ke pos fuel surcharge. Kalau harga BBM sedang tinggi, fuel surcharge ini bisa sangat tinggi, dan sebaliknya.

Jadi, dalam era New Wave Marketing ini, harga memang akan menjadi lebih fleksibel, menjadi Currency.



Hermawan Kartajaya

http://www.cibercentra.com/listings/index.php

Tidak ada komentar: