Kamis, 30 Oktober 2008

Ketika rupiah di titik terendah

Ketika rupiah di titik terendah
oleh : Nana Oktavia Musliana & Lutfi Zaenudin


Pelemahan nilai tukar rupiah sudah memasuki hari kelima perdagangan, yang me- rupakan rentang waktu penurunan kurs terlama sepanjang bulan ini.

Kemarin, rupiah untuk sementara terhenti pada level Rp11.000 per dolar AS pada pukul 14.59 WIB setelah sempat menyentuh level Rp11.750 per dolar AS. Posisi tersebut terendah sejak April 2001.

Masih seperti pelemahan kurs rupiah pada 4 hari perdagangan sebelumnya, penurunan nilai tukar mata uang Indonesia pada perdagangan kemarin juga lebih banyak terimbas kinerja bursa saham yang masih belum menggembirakan.

Beberapa analis yang dihubungi Bisnis menyebutkan aksi jual saham yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dibeli oleh investor asing menjadikan perburuan dolar AS lebih tinggi lagi, sehingga rupiah makin tertekan.

Kekhawatiran krisis ekonomi Amerika Serikat berkembang menjadi resesi global menjadi salah satu pemicu investor asing meninggalkan bursa saham di negara berkembang terutama di Asia, kawasan yang sempat dianggap tidak terlampau terpengaruh krisis keuangan AS itu.

Investor lebih menyukai memegang dolar AS. Mata uang yang tidak lagi menjadi sekadar alat untuk melancarkan ekspor dan impor, tetapi juga kebutuhan investasi. Meski perekonomian AS masih kepayahan, mata uang itu tetap dipercaya investor sebagai investasi yang paling aman pada saat ini.

Aliran modal

Tudingan aliran modal dari bursa saham menjadi penyebab penurunan nilai tukar rupiah seakan mendapat konfirmasi dari tren pelemahan kurs yang juga diderita mata uang lain di Asia. Pada perdagangan kemarin, tujuh dari 10 mata uang yang paling banyak ditransaksikan di Asia, di luar Jepang, mencatatkan pelemahan.

Rupiah dan won Korea Selatan berada di barisan depan pelemahan mata uang Asia itu. Kinerja dua mata uang itu dinilai paling buruk pada perdagangan kemarin.

Jika rupiah sudah melemah dalam 5 hari perdagangan, won sudah terpuruk selama 6 hari perdagangan sehingga nilai tukar mata uang Korsel itu terdepresiasi sekitar 37% sampai akhir Oktober.

Seoul Money Brokerage Services Ltd melaporkan won turun 3,5% menjadi 1.494,6 per dolar AS, terendah sejak Maret 1998.

"Ini lebih karena gelombang penguatan dolar AS secara global dibandingkan dengan mata uang lain. Won Korsel masih lebih parah serta sejumlah mata uang Asia lainnya, seperti peso Filipina dan rupee India," kata Direktur PT Vibiz Capital Alfred Pakasi, konsultan investasi, kepada Bisnis kemarin.

Yen Jepang juga mengakhiri penguatan nilai tukarnya terhadap dolar AS pada hari keenam perdagangan. Jika pele- mahan rupiah dan mata uang Asia yang lain disebabkan oleh kondisi bursa saham dan penguatan dolar AS itu sendiri, yen Jepang lebih dipicu spekulasi bank sentral negara itu akan melakukan intervensi untuk pertama kalinya sejak Maret 2004.

Kemarin, yen turun menjadi 93,64 per dolar AS dari 92,78 per dolar AS pada perdagangan sehari sebelumnya. Jika yen menyentuh 113,64 per dolar AS maka mata uang Jepang itu mencatatkan nilai terendah dalam 6 tahun terakhir.

Baht Thailand juga turun ke titik terendah dalam 18 bulan terakhir menyusul kekhawatiran perlambatan perekonomian dan ketidakpastian po- litik akan makin menjauhkan investor dari negara itu.

Nilai tukar baht turun 0,4% menjadi 34,97 per dolar AS yang merupakan level terendah sejak April 2007. Nilai mata uang Thailand itu sudah terdepresiasi 15% tahun ini sebagai dampak aksi jual saham yang mencapai sekitar US$4,3 miliar.

Ringgit Malaysia melemah ke level terendahnya sejak Desember 2006 juga terpicu penurunan indeks saham di Kuala Lumpur 6,7%. Nilai tukar ringgit anjlok 0,5% menjadi 3,6 per dolar AS.

Depresiasi nilai tukar rupiah dan sebagian besar mata uang Asia yang lain itu barangkali menjadi mendorong pengambil kebijakan di Jakarta untuk lebih berhati-hati pada saat melakukan intervensi pasar.

Pemerintah beranggapan intervensi pasar, melalui pelepasan dolar AS oleh Bank Indone- sia, tidak akan efektif mencegah rupiah terperosok lebih dalam apabila penyebab penurunan itu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Penyelesaian depresiasi nilai tukar rupiah dan mata uang lain terhadap dolar AS dinilai lebih efektif jika dilakukan bersama-sama negara lain.

Alternatif kebijakan

Namun, ekonom BNI Ryan Kiryanto mengharapkan BI tetap mengawal rupiah agar kepanikan pasar bisa diredam karena sebetulnya secara fundamental, ambang batas psikologis nilai tukar mata uang lokal itu sekitar Rp9.500 per dolar AS.

Intervensi memang tidak mungkin dilakukan BI terus karena campur tangan untuk meningkatkan nilai tukar itu pasti menggerus cadangan devisa.

Ekonom dan Anggota Komisi XI DPR Dradjad H. Wibowo mengusulkan pemerintah bisa mengawasi cadangan valas di perbankan dan lembaga keuangan lainnya jika ingin rupiah stabil pada kisaran Rp10.000 per dolar AS.

Dradjad menyatakan langkah pengawasan ketat itu belum akan efektif menghentikan pelemahan kurs rupiah jika tidak mengubah rezim ke sistem devisa terkendali. Meski demikian, anggota Komisi XI DPR itu mengakui pengubahan itu relatif sulit dilakukan dalam waktu cepat karena harus mengubah aturan perundangan di Tanah Air.

Alfred memperkirakan kurs rupiah akan sedikit menguat jika bank sentral AS memangkas kembali suku bunga acuannya.

Penurunan nilai tukar dolar AS akan mengurangi tekanan pada rupiah sehingga mata uang lokal itu akan menguat. Rupiah, dalam perhitungan Alfred, juga akan rebound karena investor berharap mata uang sebagai salah satu alat investasi bisa memberikan keuntungan kembali.

Tanpa sinyal positif dari pengambil kebijakan di Jakarta, tentu saja sulit meredam kekhawatiran pasar. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu mengungkapkan pemerintah dan BI akan melakukan beberapa langkah stabilisasi rupiah termasuk mencari solusi bersama dalam pertemuan regional dan internasional. (23) (nana.oktavia@bisnis.co.id/lutfi.zaenudin@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: