Jumat, 31 Oktober 2008

Babak Baru Krisis Perbankan di Eropa

Jumat, 31 Oktober 2008 | 10:27 WIB
Seperti pusaran lingkaran setan tak berkesudahan. Rontoknya ekonomi negara-negara berkembang (emerging markets) akibat imbas krisis global menjadi pukulan balik bagi ekonomi negara-negara maju dan ekonomi global. Krisis nilai tukar dan gagal bayar yang melanda negara-negara berkembang menggulung perbankan negara-negara maju yang selama ini banyak menyalurkan utang ke mereka.

Data terbaru Bank for International Settlements (BIS) menunjukkan, penyaluran kredit ke negara berkembang didominasi oleh perbankan Uni Eropa, mencapai sekitar 75 persen sendiri dari total 4,7 triliun dollar AS kredit perbankan dunia yang dikucurkan ke emerging markets Eropa Timur, Amerika Latin, dan Asia dalam beberapa tahun terakhir.

Jumlah ini jauh lebih besar dari total volume kredit pemilikan rumah (KPR) berisiko tinggi (subprime) dan semi-berisiko (Alt-A) di AS.

Di Austria, exposure perbankan ke emerging markets setara 85 persen dari PDB, dengan konsentrasi terutama di Eropa Tengah, seperti Hongaria, Ukraina, dan Serbia, tiga negara yang bersama Belarus kini mengantre untuk mendapatkan paket penyelamatan dari IMF.

Sementara di Swiss, exposure ke emerging markets sekitar 50 persen dari PDB nasional, Swedia 25 persen, Inggris 24 persen, dan Spanyol 23 persen. Penyaluran kredit perbankan Inggris lebih banyak ke emerging markets Asia dengan total pinjaman 329 miliar dollar AS.

Berbeda dengan krisis subprime, dalam kasus kredit ke emerging markets ini posisi AS relatif aman karena kredit perbankan ke emerging markets hanya sekitar 4 persen. Demikian pula Jepang.

Posisi kredit yang disalurkan perbankan Spanyol ke emerging markets Amerika Latin saja mencapai 316 miliar dollar AS, atau hampir dua kali lipat kredit yang dikucurkan oleh seluruh perbankan AS (172 miliar dollar AS) ke kawasan yang sebelumnya dianggap sebagai halaman belakang (backyard) rumahnya itu.

Exposure kredit yang sangat besar dan berpotensi macet ini membuat kesehatan sistem finansial negara-negara seperti Spanyol—yang sebelumnya sudah tertekan akibat kredit macet properti—juga dipertanyakan.

Terutama setelah Argentina sebagai salah satu debitor terbesarnya terperosok kembali ke dalam pusaran gagal bayar (default) utang baru dan seluruh nilai tukar mata uang, indeks saham dan pasar obligasi Brasil (debitor besar lainnya) terpuruk dalam.

Peringatan IMF

Exposure perbankan Eropa ke emerging markets eks Uni Soviet adalah yang terbesar, mencapai 1,6 triliun dollar AS dalam denominasi dollar AS, euro, dan franc Swiss.

Dalam laporan berjudul ”Asia 1996 and Eastern Europe 2006”, IMF sebenarnya sudah mengingatkan kemungkinan Eropa Timur terpuruk ke dalam krisis seperti Asia tahun 1997. Namun, laporan itu tidak pernah dipublikasikan dan selama itu pula hampir tak ada koreksi yang dilakukan untuk mengekang pertumbuhan kredit atau mengurangi ketergantungan emerging markets yang terlalu besar pada dana asing. Dunia terus mengulang kesalahan yang sama.

Exsposure di atas baru mencakup kredit perbankan, belum exposure finansial secara keseluruhan, termasuk kepemilikan surat berharga berbasis subprime. Sebagai gambaran adalah UBS, salah satu bank terbesar Swiss sekaligus salah satu lembaga finansial terbesar dunia.

David Smick dalam buku The World Is Curved menyebutkan, exposure finansial satu bank ini saja, menurut Swiss National Bank, mencapai 2 triliun franc Swiss atau empat kali lipat lebih dari PDB Swiss yang hanya 475 miliar franc!

Ini berimplikasi, kalau sampai terjadi kepanikan dan aksi penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah, pemerintah negara-negara itu—kalaupun mau—dipastikan tak akan sanggup mem-bailout, seperti mereka lakukan pada sektor finansialnya yang kolaps akibat dampak krisis subprime AS sekarang ini.


TAT
Sumber : Kompas Cetak

Tidak ada komentar: