Minggu, 26 April 2009

Pekerjaan Besar IMF

KOMPAS.com — Peran Dana Moneter Internasional (IMF) belakangan ini meningkat dalam mengatasi krisis global. Banyak rencana besar dan ambisius yang diharapkan dapat memperbaiki keadaan.

Dalam kerangka besar, anggota IMF telah sepakat IMF harus menambah ketersediaan dana pinjamannya untuk negara miskin yang kesulitan akibat krisis. Jumlahnya pun tidak tanggung-tanggung, mencapai 1,1 triliun dollar AS, seperti yang tertuang dalam pertemuan Kelompok 20 (G-20) di London.

Kegagalan mengerjakan rencana tersebut berisiko politik sangat tinggi karena negara anggota G-20 telah membuat lembaga tersebut sebagai operator dalam upaya mengatasi krisis terburuk sejak depresi ekonomi tahun 1930-an.

Para menteri keuangan dari negara-negara itu bertemu pada akhir pekan lalu untuk merinci bagaimana mendapatkan dana tambahan bagi IMF itu.

Kemenangan

Negara-negara berkembang mendapatkan ”kemenangan” pada Sabtu lalu ketika IMF mengumumkan akan menerbitkan obligasi guna membantu mengumpulkan tambahan dana. IMF memerlukan tambahan dana sebesar 500 miliar dollar AS untuk mencapai total dana 1,1 triliun dollar AS tersebut. Dana sebesar 500 miliar dollar AS itu akan digunakan sebagai dana pinjaman IMF kepada negara-negara yang terkena dampak krisis dan sangat memerlukan tambahan dana eksternal.

China, Brasil, Rusia, dan India telah menolak keras penambahan dana dengan cara tradisional, yaitu menambah iuran anggota. Negara berkembang dengan kekuatan ekonomi yang semakin mapan itu lebih suka penerbitan obligasi. Mereka telah menyatakan tertarik untuk membeli obligasi IMF jika benar-benar terlaksana. IMF belum pernah menerbitkan obligasi meskipun wacana soal obligasi sebagai salah satu alternatif pembiayaan sudah ada sejak tahun 1980-an.
Dengan penerbitan obligasi IMF pun, belum tentu dana yang terkumpul akan mencukupi untuk menggerakkan kembali perekonomian global.

IMF memperkirakan, sebelum perekonomian mencapai titik nadir, lembaga multilateral tersebut dapat menyediakan pinjaman sekitar 187 miliar dollar AS untuk negara yang memerlukan. Jumlah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan dana pinjaman yang disalurkan IMF ketika krisis Asia tahun 1997-1998 sebesar 86 miliar dollar AS.
Di tengah kebutuhan untuk menyalurkan pinjaman yang lebih tinggi bagi anggotanya, sumber pendapatan utama IMF dari pembayaran kembali pinjaman dan bunga justru menurun. IMF juga harus memangkas pengeluarannya. Saat ini lembaga tersebut harus kembali aktif menyalurkan pinjaman.

Kuncinya adalah apakah sistem perbankan di AS dan di tempat lain dapat pulih dengan cepat sehingga dapat kembali menyalurkan kredit ke konsumen dan pebisnis. Penyaluran kredit itu diperlukan untuk menggerakkan kembali perekonomian di negara industri, kemudian meningkatkan kembali permintaan untuk negara berkembang yang sangat bergantung pada ekspor.

Kendala lain adalah isu permintaan hak suara lebih besar bagi negara berkembang, seperti China, India, Brasil dan Rusia, juga mungkin saja membuat upaya pengumpulan dana ini terseok-seok. (AP/joe)

Kunjungi: www.cibercentra.com - Layanan iklan dan promosi online gratis!!

Soekarno-Hatta Mengatasi Ketertinggalan...

KOMPAS.com — Matahari belum tinggi. Wahyu Hidayat (35), pekerja kerah biru asal Majalengka, Jawa Barat, telah tiba di Terminal 3, terminal baru Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten. Pada tiga jam lagi, dia baru terbang ke Batam. Tengok kiri-kanan, tiada satu bangku pun, akhirnya dia jongkok.

Jongkok di depan terminal megah seharga Rp 285 miliar? Mau apa lagi, beda dengan serambi atau pelataran Terminal 1 yang dilengkapi bangku, Terminal 3 (T3) tak menyediakan satu bangku pun.

Konsep tanpa bangku untuk mengeliminasi kehadiran calo, tukang semir sepatu, hingga pedagang parfum. Bila ingin duduk, silakan ke ruang check-in atau ruang publik walau harus lewat sinar-X. Sayang, konsep baru ini tak diinformasikan sehingga PT Angkasa Pura (AP) II dihujat calon penumpang karena tak manusiawi.

Buruknya komunikasi juga memicu kekacauan. Endun (35), penumpang Mandala Airlines tujuan Pekanbaru, yang Jumat (17/4), turun dari bus Damri, membanting kaki kesal sebab Mandala belum terbang dari T3.

”Tadi saya naik bus Damri dari Jatibening, Jakarta Timur. Saya pesan kepada sopir minta diturunkan di terminal tempat Mandala terbang. Saya diturunkan di sini dan ternyata salah,” kata Endun. Mandala baru dijadwalkan terbang Senin (20/4).

Akhirnya, berkat petunjuk petugas AP II, dia menumpang bus antarterminal gratis warna kuning, penghubung Terminal 1, 2, dan 3. ”Untung saya tiba di bandara dua jam lebih awal. Bila tidak, bisa-bisa tiket hangus tertinggal pesawat,” ujar Endun.

Di Soekarno-Hatta, berpindah terminal bukan perkara mudah. Jauh jaraknya! apalagi bangunan antarterminal terpisah tanpa lorong penghubung. Topografi antarterminal juga turun-naik, lagi pula jalan di bandara ini tiada trotoar, jadi tak mungkin menyeret bagasi.

AP II menjanjikan headway dari tujuh bus antarterminal 15-20 menit. Layanan membaik bila bus dipasangi global positioning system track sehingga terpantau kehadirannya.

Di Bandara Changi, Singapura, penumpang yang hendak naik SkyTrain, kereta antarterminal, dapat melihat hitungan mundur. Apakah 4, 3, atau 2 menit? Penumpang transit di Soekarno-Hatta, terpancing naik ojek karena ragu bus gratis antarterminal tepat waktu.

Pertengahan tahun 2010 direncanakan beroperasi jembatan penghubung T1 dan T3 sepanjang 500 meter. Ada toko ritel dan gerai makanan pada jembatan tadi. Konsep serupa menghubungkan T1 dan T2, tetapi AP II kurang dana.

Adapun gabarata, jembatan penghubung antara pesawat dan T3, direncanakan selesai akhir tahun 2009. ”Gabarata belum dipasang karena apron belum dibangun. Mungkin akhir tahun,” kata Sudaryanto, Sekretaris Perusahaan AP II.

Meski demikian, secara umum, fasilitas T3 setara terminal bandara internasional lainnya. T3 dilengkapi nursery, ATM, ruang merokok, toko ritel, gerai makanan, telepon umum, internet gratis, hingga toilet dan lift khusus penyandang cacat.

T3 yang kini digunakan AirAsia dan Mandala Airlines sebenarnya baru pier (dermaga) 1 dari 5 pier yang direncanakan. Pier 1 berkapasitas empat juta penumpang, dirancang Wiratman and Associates, dan dibangun kontraktor Adhi Karya.

”Seluruh pengerjaan Terminal 3, mulai dari rancangan di atas kertas hingga pengerjaannya, dilakukan tenaga kerja Indonesia,” ujar Sudaryanto. T3 dibangun dengan konsep ekoterminal sehingga desainnya berbeda dengan T1 dan T3.

Jendela-jendela lebar di sekujur T3 memperkuat kesan modern dan ramah lingkungan. Konsumsi listrik ditekan karena cahaya bebas masuk. Dari dinding utara T3, yang seluruhnya kaca, dapat disaksikan pesawat lepas landas atau mendarat.

Dari dinding kaca sisi barat tersaji pemandangan aktivitas apron T2. Nantinya dari dinding kaca sisi timur akan terlihat aktivitas apron T3. T3 segera menjadi terminal favorit bagi penumpang yang doyan menyaksikan aktivitas di bandara.

Adapun The Green Wall di T3-Changi, yang dirambati tumbuhan dan dilengkapi air terjun, turut andil menurunkan suhu ruangan. ”Itu daun asli?” tanya Kompas, tahun lalu. ”Itu asli, silakan diraba,” ujar perempuan, petugas informasi. Di T3 Soekarno-Hatta hanya ada tanaman plastik meski kita kesohor dengan hutan tropisnya.

Sayangnya, T3 dibuka saat fasilitas belum lengkap. Akhir pekan lalu masih ada pekerjaan di T3. Loket pemesanan hotel belum ada petugas, ruang merokok belum selesai, baru J Co, satu-satunya gerai makanan yang buka, sedangkan toko belum ada.

Ruang tunggu bus Damri pun tak ada. Padahal, di serambi T3 tak ada kursinya sehingga calon penumpang Damri terpaksa berdiri. Tempat parkir mobil inap belum dipasangi pagar. Lapangan parkir panas menyengat.

Kepala Cabang Bandara Soekarno-Hatta Haryanto menegaskan, T3 harus segera dibuka untuk mengurangi kepadatan penumpang. ”Fasilitas yang ada segera dapat difungsikan, yang penting operasional pesawat lancar,” ujar Haryanto. T1-C pun akan ditawar ke Sriwijaya Air.

Dana terbatas

Masalah utama di Soekarno-Hatta adalah kepadatan. Tambahan kapasitas empat juta penumpang per tahun di T3 sebenarnya tak banyak membantu. Sebab, T1 dan T2 yang hanya menampung 18 juta penumpang per tahun, tetapi dipadati hingga 32 juta penumpang.
Selisih kapasitas baru mampu ditutupi ketika seluruh pier T3 dengan total daya tampung 20 juta penumpang selesai dibangun. Persoalannya, secepat apa AP II menyelesaikan T3?
Laba bersih Soekarno-Hatta sebesar Rp 750 miliar (tahun 2008) sebenarnya cukup membangun tiga pier. Masalahnya, AP II harus membangun 12 bandara lainnya. ”Tahun lalu, Soekarno-Hatta dibangun bersamaan dengan bandara di Aceh, Medan, Jambi, Tanjung Pinang, dan Pangkal Pinang. Uang harus dibagi-bagi,” kata Sudaryanto.

Sebenarnya ada cara lain mempercepat pembangunan Soekarno-Hatta, yaitu dengan menggaet maskapai. ”AirAsia sudah minta membangun pier 3 dan 4. Seharusnya kita terbuka saja dan mempersilakan mereka bangun,” kata Haryanto.

Soekarno-Hatta sesungguhnya berpeluang meraup laba lebih besar bila serius membangun bisnis non-aeronautical. ”Baru 20 persen pendapatan kami dari bisnis non-aeronautical, dari toko retail dan gerai makanan,” ujar Haryanto.

Sebaliknya, sekitar 60 persen pendapatan Changi dari bisnis non-aeronautical. T3-Changi saja merupakan rumah dari 100 toko ritel dan 40 gerai makanan. Hebohnya, T3-Changi dipercaya membuka Café Cuylian Belgian Chocolate pertama di luar Belgia, toko FIFA World pertama di dunia, hingga Hard Rock Café Airport pertama.

Sedikitnya ada dua kelebihan Soekarno-Hatta untuk membangun lebih banyak ruang komersial. Pertama, orang Indonesia suka membawa oleh-oleh. Kedua, lama perjalanan ke bandara yang tak dapat diprediksi terkadang memaksa penumpang tiba lebih awal di bandara. Jadi, mengapa tak membangun pusat perbelanjaan untuk membangun bandara?

Sumber: kompas.com

Kunjungi www.cibercentra.com Layanan promosi dan iklan gratis!!

Volume Transaksi Kartu Kredit Capai Rp 10 Triliun

DEPOK, KOMPAS.com — Hingga akhir tahun 2008 jumlah kartu kredit yang diterbitkan 20 bank di Indonesia mencapai sekitar 11 juta kartu dengan angka pertumbuhan lebih dari 200.000 kartu tiap bulannya.

Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Kartu Kredit Indonesia Dodit W Probojakti di sela Kampanye Edukasi Kartu Pembayaran di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Senin (27/4)."Dalam empat tahun terakhir pertumbuhan kartu kredit sangat signifikan, terutama dari tahun 2007 ke tahun 2008," kata Dodit.Ia melanjutkan, volume transaksi kartu kredit mencapai Rp 10 triliun setiap bulannya, sedangkan pemegang kartu ATM yang sekaligus berfungsi sebagai kartu debit saat ini mencapai 40 juta orang.

"Tingginya pertumbuhan kartu kredit karena semakin banyak masyarakat yang kian menyadari manfaatnya," ujarnya.Lebih jauh Dodit memaparkan sejumlah manfaat kartu pembayaran, antara lain untuk kenyamanan bertransaksi. "Bisa dilakukan di mana saja dan nyaman. Nyaman itu harganya mahal," tuturnya. Lalu untuk keamanan bertransaksi dan untuk situasi darurat. "Ini untuk berjaga-jaga kalau ada yang masuk rumah sakit," ujarnya. Kemudian, berlaku universal, proteksi atau asuransi pembelanjaan, dan adanya tambahan manfaat, seperi diskon.

Kalau kita belanja saja sudah diskon, terus kalau pakai kartu kredit bisa ditambah lagi diskonnya," tutur Dodit. Manfaat lainnya fleksibilitas dan membantu mengatur budget.Selain itu, Dodit menambahkan, dengan kartu pembayaran juga dapat digunakan untuk bertransaksi di dunia maya, seperti pembelian on line. ANI

Sumber: kompas.com

Kunjungi www.cibercentra.com Layanan iklan dan promosi online gratis!

Kamis, 16 April 2009

Bawaslu Adukan Lagi Kasus Pelanggaran Pemilu ke Mabes Polri

Jakarta - Mabes Polri menyatakan tidak lagi menerima aduan pelanggaran pidana pemilu. Meski demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali mengadukan dugaan kecurangan dalam pemilu."Kami ingin mengajukan kasus terkait tindak pidana pemilu, melanggar UU No 10/2008 pasal 288," kata Ketua Bawaslu Hidayat Nur Sardini di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (17/4/2009).

Namun Hidayat menolak memberikan keterangan siapa yang dilaporkan Bawaslu ke polisi. "Kita mau ketemu dulu," elaknya. Sementara itu, anggota Bawaslu Wirdyaningsih menyangkal bila waktu untuk melaporkan kecurangan pemilu telah habis. "Salah, itu waktunya tidak habis," katanyaWaktu yang sempit membuat Mabes Polri tidak lagi menerima aduan pelanggaran pidana pemilu.

Proses kasus tindak pidana pemilu harus diputus 5 hari sebelum pengumuman hasil Pemilu Legislatif diumumkan. Pasal 288 mengatur, bila setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan peserta pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau membuat berkurang perolehan suaranya maka bisa dipidana penjara paling lama 36 bulan dan denda paling banyak Rp 36 juta.(nal/iy)

sumber: detik.com

kunjungi www.cibercentra.com layanan iklan dan promosi online gratis!

Profil Bank IFI yang Dilikuidasi

Jakarta - Bank Indonesia (BI) akhirnya melikuidasi Bank IFI karena gagal menambah modal, dengan jumlah kredit bermasalah (NPL) yang mencapai 24%. Inilah akhir dari bank milik Bambang Rahmadi yang memang sudah dirundung masalah sejak tahun lalu.

Seperti dikutip dari situsnya, PT Bank IFI merupakan bank umum devisa swasta nasional yang mengkonsentrasikan diri pada bidang jasa pelayanan perbankan.Ban IFI didirikan pada tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dikenal dengan nama Indonesia Finance and Invesment Company.

BI IFI dibentuk sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank Akte Notaris Raden Kadiman SH, Nomor 61 Tanggal 12 April 1955, Pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. JA 5/58/4.Dengan berlakunya Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992, perusahaan ini berkembang menjadi bank umum swasta nasional devisa yang solid dan terpercaya. Sejak berubah menjadi sebuah bank umum pada bulan Februari 1993, PT. IFI berubah nama menjadi PT. Bank IFI.Catatan Sejarah Bank IFI adalah: 1 Maret 1998Bank IFI merger dengan Bank Asta. Salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan sinergi karena ditunjang oleh struktur permodalan yang lebih kuat dan jaringan cabang yang bertambah.

Program Rekapitalisasi Perbankan 1998Bank IFI berhasil masuk ke dalam Bank Kategori A yang tidak direkapitalisasi dan tidak dibawah BPPN. 28 Juni 1999 Bank IFI membuka Cabang Syariah, yang diberi nama Bank IFI Cabang Syariah. Dengan dibukanya 1 (satu) cabang syariah tersebut, maka Bank IFI menjadi bank pertama yang beroperasi dengan "Dual System".

Saat ini Bank IFI dimiliki oleh:
Yayasan Kesejahteraan Pegawai BTN
PT. Pengelola Investama Mandiri
Grup Ramako Berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No. 10/66/DPB1/Rahasia, tertanggal 1 April 2008 mengenai Penegasan Pemenuhan Persyaratan Modal Inti Minimum, BI telah menetapkan Bank IFI masuk kedalam kelompok bank dengan modal inti diatas Rp 80 Miliar.

Dengan ditetapkannya Bank IFI kedalam kelompok tersebut, maka secara fundamental Bank IFI telah memenuhi ketentuan tentang permodalan yang diatur dalam Arsitektur Perbankan Indonesia.Per Desember 2008, Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank IFI sebesar 23,98 % atau diatas ketentuan minimal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8 %. Bank IFI per September 2009 mencatat rugi sebesar Rp 24,324 miliar.(qom/ir)

sumber: detik.com

Kunjungi www.cibercentra.com untuk iklan dan promosi online gratis!

Indika Energy: "A Promising Multi Specialist Energy Company"

Asosiasi Las Vegas yang begitu kuat dengan judi memang tidak bisa dihapus.

Dan barangkali memang tidak perlu dihapus. Soalnya, tempat judi kecil-kecilan bahkan bisa ditemui di bandara. Apalagi di jalan yang disebut The Strip, yang dari ujung ke ujung dipenuhi hotel-hotel besar dengan tempat kasino ukuran besar.

Tapi kalau hanya mengandalkan hidup hanya dari perjudian, tentu hotel-hotel tersebut akan mengalami kesulitan. Maklum, meski jumlah orang yang gemar bermain judi memang tidak sedikit, ukuran hotel yang besar jelas membutuhkan pengunjung yang besar. Dan beberapa hotel bukan hanya besar, tapi selalu dibikin ”wah”, termasuk dengan dilengkapi berbagai fasilitas pertunjukan dan hiburan seperti opera.

Beberapa diantaranya kemudian dibikin begitu unik, seperti menjadikan penyanyi sekelas Celine Dion sebagai pengisi tetap acara. Lalu ada hotel seperti MGM Grand yang punya tempat yang sering dijadikan sebagai tempat pertandingan tinju dunia. Namun yang lain dari yang lain barangkali adalah Bellagio.

Di halaman hotel tersebut ada kolam yang sangat besar dan dilengkapi dengan air mancur. Kalau melewati depan hotel tersebut di siang hari barangkali kolam dan air mancur tersebut tidak ada yang istimewa. Tapi begitu petang hari, hotel tersebut menjadi pusat keramaian di kawasan The Strip, seperti yang antara lain digambarkan dalam bagian penutup trilogi pertama Ocean’s Eleven.

Di situ air mancur bukan hanya sekedar memancarkan air yang tinggi, tapi dibuat seperti penari. Air mancur itu seolah-olah berdansa mengikuti irama lagu, yang versi mininya –baik dalam hal ukuran maupun lamanya waktu pertunjukan– bisa dilihat di Fountain Lounge Grand Indonesia Jakarta. Dan karena dilakukan di arena yang gampang di akses umum, maka siapapun jadi gampang datang dan lebih ingat –terutama yang hanya ke sana sekali saja–pada hotel Bellagio itu.

Inilah contoh klasik bagaimana mendiferensiasikan diri. Kalau sebuah perusahaan bergerak di sebuah industri yang disesaki banyak pemain, berkompetisi berdempet-dempet di satu kawasan yang padat dan menawarkan produk yang sebagian besar sama, maka tidak ada pilihan lain selain mesti getting out of the crowd. Dan apa yang dihadapi Bellagio mirip dengan apa yang dihadapi PT Indika Energy Tbk (INDY).

Sekalipun bisnisnya tidak hanya di industri batu bara, tapi karena besarnya kontribusi dari unit bisnis batu bara, maka INDY tidak bisa mengelakkan diri dari pembandingan dengan perusahaan batu bara lainnya, yang kebanyakan memang fokus di industri itu. Repotnya lagi, ukuran kapasitas produksi dan penjualan batu bara INDY ternyata kalah besar bila dibandingkan dengan dua pemain lain, yang selama ini lebih banyak mendapatkan perhatian kalau orang bicara mengenai industri batu bara Indonesia serta perusahaan-perusahaan yang ada di industri ini. Itupun, INDY ternyata memiliki saham di perusahaan batu bara di bawah 50 persen dan bukan yang terbesar.

Dengan kondisi semacam itu, sekalipun batu baranya merupakan jenis batu bara yang bisa memenuhi standar ketat emisi, tapi INDY tidak bisa hanya mengandalkannya, karena ada pemain lain yang memiliki jenis batu bara serupa. Karena itu, sebelum go public di tahun 2008, INDY memutuskan untuk menambahkan sejumlah bisnis unit yang diharapkan akan membuat orang tidak hanya melihat INDY sebagai perusahaan batu bara. Selain melakukan penggabungan usaha dengan Tripatra Engineering, perusahaan yang dikenal sebagai pemain terkemuka EPC services di minyak dan gas, INDY juga berpatungan membangun pembangkit listrik di kawasan Cirebon.

Dengan keberadaan unit bisnis tersebut, maka INDY akhirnya punya bisnis yang lebih beragam, energy resources melalui strategic investment di perusahaan batu bara terbesar ketiga di Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, energy services melalui Tripatra dan energy infrastructure melalui PT Cirebon Electric Power. Yang menarik, di PT Cirebon Ekectric Power, INDY melibatkan unit energy resources dan energy services-nya. Dengan keberadaan unit energy services, bisa jadi unit energy infrastructure dibangun dengan biaya yang lebih murah dan memungkinkan untuk memberikan harga yang semakin kompetitif disamping karena pasokan batu bara berasal dari unit energy resources-nya.

Pengalaman dengan unit energy infrastructure di Cirebon ini bisa jadi akan membuka kesempatan di masa depan buat INDY untuk menawarkan solusi yang integratif dan bukan hanya sekedar menjual produk energy resources atau energy services-nya. Dan solusi yang ditawarkan akan lebih menarik kalau INDY bisa menjadikan unit energy resources atau energy services-nya, sebagai specialist di sektor industri. Dan akusisi yang dilakukan di awal tahun 2009 terhadap salah satu pemain EPC di minyak dan gas, yang punya reputasi internasional, Petrosea, semakin menjadikan INDY sebagai a promising multi-specialist energy company.

"Philip Kotler's Executive Class: 44 Days To Go"

Sumber: kompas.com

Kunjungi www.cibercentra.com Layanan iklan dan promosi online gratis!

Indo Tambangraya Megah: "A Leading Medium Sized Coal Producer"

Timnas Jerman memang ada di papan atas dunia, tapi liga bolanya di papan tengah.

Padahal di liga sepakbola Jerman, yang disebut Bundesliga, ada sejumlah klub raksasa yang juga jadi pemenang di liga internasional seperti Liga Eropa. Mulai dari klub yang telah empat kali menjadi juara UEFA Champions League, terus klub yang pernah sekali jadi juara di UEFA Champions League seperti Hamburger SV dan Borussia Dortmund, hingga sejumlah klub lain yang juara di UEFA Cup, yang level-nya berada di bawah UEFA Champions League, seperti Bayern Muenchen, Schalke 04, Bayer Leverkusen, Eintracht Frankfurt, dan Borussia Monchengladbach. Selain itu, ada sejumlah klub Jerman yang disponsori perusahaan-perusahaan besar, seperti terlihat di Allianz Arena yang merupakan stadiun Bayern Muenchen yang disponsori perusahaan asuransi Allianz atau perusahaan farmasi Bayer yang kemudian menjadi bagian nama klub Bayer Leverkusen.

Tapi yang membuat Liga Jerman kalah ”kelas” dibandingkan Liga Inggris, Spanyol ataupun Italia adalah keberadaan bintang-bintang sepakbola. Liga di tiga negara itu jadi pilihan utama banyak bintang sepakbola untuk meniti karir dan mencapai puncak permainan, dan beberapa diantaranya adalah pemain utama di timnas Jerman, seperti Juergen Klinsman, Jens Lehman dan Michael Balack. Banyaknya bintang-bintang sepakbola dari berbagai negara membuat kompetisi yang ada di liga tersebut menjadi semakin berwarna dan memunculkan penggemar fanatik yang luas di seluruh penjuru dunia.

Akibatnya, liga Jerman, yang sebetulnya sangat kompetitif dan juga punya beberapa pemain bintang yang sering membela timnas masing-masing di final Piala Dunia, Piala Eropa atau Copa Americana, kalah pamor. Soalnya, begitu karir seorang pemain mulai meroket, klub-klub besar asal Inggris, Spanyol dan Italia, yang sebagian besar cukup royal menghabiskan dana, akan merekrutnya. Tren seperti itulah yang sedang dilawan klub-klub Bundesliga dengan antara lain merekrut bintang-bintang yang sebelumnya sudah pernah main di liga Inggris, Italia atau Spanyol dan menunjukkan prestasi di tingkat Eropa.

Meski belum tentu berhasil, tapi dengan cara semacam itu, eksistensi Bundesliga tidak terlalu tenggelam di balik bayang-bayang liga Inggris, Italia atau Spanyol. Dilema seperti yang dihadapi Bundesliga ini merupakan suatu hal yang lazim dihadapi institusi berskala menengah, yaitu kerepotan bertarung habis-habisan dengan pemain besar namun juga akan susah untuk menjadi seefisien pemain kecil. Dan problem semacam inilah yang dihadapi perusahaan batu bara sekelas PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).

Berdasarkan data tingkat produksi batubara tahun 2006, dan dicantumkan di prospektus ketika ITMG go public di akhir tahun 2007, posisinya berada di urutan ketiga dan belum sampai 40 persen dari tingkat produksi pemain terbesar. Akan tetapi, berdasarkan data tingkat produksi batu bara tahun 2007, yang antara lain menjadi acuan perusahaan batu bara yang go public di tahun 2008, Bayan Resources dan unit usaha batubara Indika Energy, PT Kideco Jaya Agung, ITMG bahkan berada diposisi ke empat. Dan berbeda dengan posisi antara pemain nomer satu dan nomer dua yang berbeda jauh dalam tingkat produksi, antara pemain nomer tiga dan empat perbedaannya tidaklah besar, untuk perusahaan seukuran mereka.

Ini jelas menjadi tantangan tersendiri bagi ITMG, terutama untuk menunjukkan diri sebagai pemain terbaik di kelasnya. Bagi ITMG, hal ini sebetulnya merupakan sesuatu yang lebih mudah, karena sepenuhnya menguasai saham unit usaha batubaranya, sehingga akan lebih cepat dalam mengambil keputusan yang terkait dengan upaya peningkatan produksi. Sebaliknya, pesaing terdekatnya adalah perusahaan patungan dimana tidak ada pihak yang memegang kepemilikan di atas 50 persen dan untuk pengambilan keputusan dibutuhkan 60 persen suara, sehingga dalam prakteknya diperlukan konsensus.

Selain punya posisi dominan di unit usaha batu baranya, ITMG sebetulnya didukung oleh pemegang saham utamanya, Banpu, yang merupakan salah satu pemain terbesar di pembangkit tenaga listrik batubara di Asia. Dan Banpu bukan hanya memberikan dukungan keuangan tapi juga memiliki jaringan pemasaran dan logistik yang bisa dimanfaatkan untuk memperkuat jaringan pemasaran dan logistik ITMG di tingkat internasional. Padahal di tingkat domestik, Banpu, yang berasal dari Thailand dan masuk Indonesia di tahun 1998, punya pengalaman yang cukup panjang dalam bisnis batubara dan pembangkit listrik.

Dukungan dan pengalaman Banpu pada kenyataannya membuat ITMG bisa mengoptimalkan pemasaran terhadap batubara termal dengan kualitas yang berbeda ke pelanggan seperti pembangkit listrik, perusahaan semen dan produsen manufaktur lainnya. Pemahaman akan kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda membuatnya memiliki basis pelanggan yang lebih terdiversifikasi dan pada gilirannya akan mendukung tujuan perusahaan untuk memiliki sumber pendapatan yang tidak terlalu sensitif terhadap siklus harga batubara. Selain itu, ITMG dan Banpu juga telah membangun reputasi berdasarkan kehandalan dalam mengirimkan batubara secara tepat waktu dan sesuai dengan kualitas yang dijanjikan.

Karena itu, tantangan ke depan bagi ITMG adalah melakukan stretching out dalam proses produksi dan logistik serta mengomptimalkan jaringan pemasaran agar bisa menjadi a solid leader of medium sized coal producers.

"Philip Kotler's Executive Class: 42 Days To Go"

Sumber: Kompas.com

Kunjungi www.cibercentra.com untuk iklan dan promosi online gratis!

Bayan Resources: "A Multi-Type Coal Producer"

Lee Kuan Yew tidak kuasa menahan rasa sedihnya di depan publik.

Soalnya ia menghadapi kejadian yang sungguh tidak terbayangkan baginya, terutama setelah di pertengahan tahun 1965 para pemimpin politik di Malaysia ”mempersilahkan” Singapura untuk berdiri sendiri sebagai sebuah negara. Sebetulnya, ia dan para pemimpin politik Singapora lainnya lebih memilih agar Singapura tetap bersatu dengan Malaysia agar bisa memunculkan sebuah negara yang disegani di kawasan Asia Tenggara. Lagipula sejumlah perbedaan pandangan terkait dengan pengelolaan negara Malaysia-Singapura bersatu sebetulnya masih bisa dicarikan jalan keluar yang berupa win-win solution.

Sekalipun kecewa dengan kejadian tersebut, ia kemudian meyakinkan rakyat Singapura agar tidak berkecil hati. Singapura memang sebuah negara kecil yang tidak punya sumber daya alam yang berlimpah seperti negara-negara tetangganya yang jauh lebih besar. Tapi Singapura punya posisi yang strategis dan sudah dikenal dunia.

Dengan bekal semacam itu, ia kemudian ingin mentransformasikan posisi strategis Singapura, dari sekedar tempat persinggahan utama untuk mengisi bahan bakar atau istirahat sementara, menjadi pusat kegiatan bisnis di Asia Tenggara. Di tahun 1965, hal tersebut terakhir bisa dianggap sebagai mimpi. Soalnya, pada pertengahan dekade 60-an negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis, dimana dalam kasus Vietnam bahkan sampai membuat negara asing masuk.

Tapi kondisi Asia Tenggara yang semacam itu seolah-olah merupakan jendela yang terbuka hanya sekali bagi Singapura. Soalnya, kalau pada saat itu negara-negara Asia Tenggara yang punya sumber daya alam berlimpah sudah bebas dari urusan sosial politik dan sudah melangkah jauh dalam pembangunan ekonomi, bisa-bisa Singapura hanya dijadikan tempat numpang lewat. Karena perusahaan atau negara yang ingin melakukan ekspansi ekonomi tentu lebih suka langsung masuk ke target market yang dibidik.

Tentu jendela yang terbuka hanya sekali harus dimanfaatkan sebaik mungkin, dengan resources yang ada. Karena itu, posisi sebagai sebuah negara yang kecil, dengan jumlah penduduk yang sedikit serta tidak punya sumber daya alam, tidak bisa hanya jadi kelemahan tapi justru malah jadi kesempatan untuk menata lebih cepat negara baru tersebut. Itulah yang memang dilakukan Lee Kuan Yew dan ternyata membuat banyak perusahaan atau negara yang ingin melakukan ekspansi ekonomi ke Asia Tenggara memilih Singapura sebagai batu pijakan dan akhirnya ikut me-reshape Singapura sebagai pusat bisnis Asia Tenggara.

Transformasi Singapura menjadi negara maju, sering dijadikan inspirasi bagaimana mengubah kelemahan, seperti ukuran yang kecil dan punya banyak keterbatasan, menjadi peluang untuk melakukan perbaikan diri dengan cepat. Inilah yang sepertinya sedang dilakukan oleh PT Bayan Resources Tbk (BYAN), perusahaan batu bara terbesar kedelapan yang dari segi volume produksi tidak sampai sepersepuluhnya pemain terbesar pertama. Dengan ukuran yang seperti itu, BYAN memang tidak bisa layaknya pemain-pemain yang jauh lebuh besar yang bisa lebih optimal memanfaatkan harga batu bara yang tinggi.

Tapi, sebagai salah satu perusahaan batu bara asal Indonesia, bagaimanapun juga BYAN, yang banyak menjual produknya ke pasar ekspor, ikut diuntungkan ketika batubara asal Indonesia mulai dijadikan pilihan karena kualitas dan harganya. Namun BYAN tidak ingin hanya asal terbawa arus, tapi juga ingin menunjukkan bahwa mereka punya keunikan produk yang membuatnya bisa mempunyai basis pasar yang kuat. Agak berbeda dengan kebanyakan perusahaan batu bara lain, yang produknya nyaris homogen, BYAN punya produk yang batubara yang bervariatif, dilihat dari tingkat kalorinya.

Pengguna batu bara itu sendiri memang bermacam-macam. Ada yang membutuhkan batu bara dengan kalori yang sangat rendah, rendah, menengah, tinggi hingga premium. Dengan tipe kebutuhan yang beragam seperti ini, BYAN berharap bisa masuk ke pasar yang lebih bervariasi.

Bagaimanapun juga, produk-produk batu bara dari perusahaan Indonesia lainnya yang lebih besar punya kualitas dan harga tertentu, yang bisa jadi akan berfungsi sebagai benchmark bagi perusahaan batubara lainnya yang lebih kecil. Bagi perusahaan batubara kecil yang produknya homogen, kondisi tersebut membuatnya tidak bisa efektif mengeksplorasi harga. Karena itu, adanya produk-produk yang berbeda dengan yang dimiliki para pemain besar, bisa membuat pemain sekelas BYAN mampu mengeksplorasi penetapan harga yang disesuaikan dengan target market yang berbeda.

Dan BYAN punya peluang seperti itu karena memiliki dan mengoperasikan terminal batu bara terbesar di Indonesia, yang berada di Balikpapan. Selain itu, BYAN juga menjadi satu-satunya perusahaan batu bara di Indonesia yang menyewa Floating Transfer Station, yang sedang dalam proses diakuisi, yang bisa dipakai sebagai tempat penampungan sementara batu bara, dan bisa dipindahkan kapanpun sesuai dengan kebutuhan. Sehingga dengan demiliki terminal dan Floating Transfer Station, BYAN semakin dapat melakukan efisiensi operasional yang lebih baik.

"Philip Kotler's Executive Class: 40 Days To Go"

Sumber: Kompas.com

Kunjungi www.cibercentra.com untuk iklan dan promosi online gratis!

Rabu, 15 April 2009

Mengubah Buruh Tani Jadi Pemilik Tanah

KOMPAS.com - Kemiskinan tak selalu karena ketiadaan keterampilan. Namun, keterampilan memerlukan dana untuk mengolahnya menjadi kekuatan ekonomi.

Dorongan dana inilah yang diterima Rosliana Sinaga (30) saat ia menghitung puluhan lembar Rp 50.000-an di tangan, Senin (16/3). ”Ada Rp 8 juta,” katanya.

Tujuh tahun lalu, warga Desa Tanjung Baringin, Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, ini hanya menerima satu lembar Rp 10.000 setiap hari. Itulah upahnya sebagai buruh tani.
Ditemui di Kantor Credit Union (CU) Pesada Perempuan, Jalan Boang 28, Sidikalang, Rosliana tengah meminjam uang. Ia bercerita, uang itu akan dipergunakan untuk tambahan membeli tanah. Ia hendak membeli tanah seluas 7 rante (1 rante sama dengan 400 meter persegi), tapi uangnya hanya cukup untuk 3 rante.

Rosliana telah memiliki tanah yang ditanami cabe dan kopi seluas 23 rante atau 9.200 meter persegi. Semuanya dari hasil meminjam di CU sebanyak empat kali dengan pinjaman pertama sebesar Rp 350.000. Ia masih mengerjakan kebun itu, dibantu orang-orang upahan.
Naik kelas dari buruh tani menjadi pemilik lahan dimulai dengan langkah Rosliana menjadi anggota CU Setia bersama 47 temannya. Saat ini, dengan tabungan Rp 4.420.000, ia bisa meminjam uang tiga kali lipat dari besarnya tabungan.

Selain simpanan sukarela, setiap bulan ia juga membayar simpanan pokok Rp 20.000 dan simpanan wajib Rp 12.000. Pendapatannya dari kopi saja rata- rata Rp 25 juta per tahun. Itu belum termasuk pemasukan dari cabe dan tanaman semusim lain. Sedangkan suaminya, tukang becak di pasar, paling banyak mendapat Rp 70.000 per hari.

Kini ada sekitar 2.560 anggota CU Pesada Perempuan yang tersebar di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat. Wilayah ini banyak menghasilkan kopi Sidikalang yang tersohor. Menurut Wakil Direktur Pesada Perempuan Maringan S Pardede, beberapa anggota memulai simpanan wajib sebesar Rp 300 per bulan pada tahun 1993.

Basis Credit Union

Basis CU adalah kelompok masyarakat yang berswadaya dan saling mengontrol. Setiap bulan diadakan pertemuan kelompok untuk menabung dan meminjam. Dua hari setelah pertemuan kelompok, koordinator harus menyetorkan uang dan laporan kepada CU Pesada Perempuan. Ini salah satu cara menghindari penyelewengan dana.

Selain buku tabungan, ada juga catatan di kelompok dan di CU Pesada Perempuan. Syarat agar disetujui untuk meminjam adalah anggota aktif dan suami menjadi penjamin, dengan bunga 3 persen per bulan.

Di Kantor CU Pesada Perempuan di Pasar Sidikalang, tulisan pada papan pengumuman menunjukkan jadwal pertemuan tiap CU wilayah itu, daftar kontak kelompok, hingga daftar peminjam yang akan datang untuk pinjaman di atas Rp 5 juta.

”Semua terbuka, anggota tak hanya bisa bertanya, tetapi siapa pun yang datang bisa melihat,” kata Maringan S Pardede.

Keterbukaan itu menjadi sarana anggota untuk saling mengontrol. Per Desember 2008, total kredit macet hanya 3,4 persen dari Rp 3,112 miliar pinjaman yang beredar. ”Kalau mamaknya si A tak bayar utang, diangkatlah babinya,” ujar Ramida Sinaga, Manajer CU Pesada Perempuan, menceritakan kebijakan kelompok ini terhadap kredit macet.

Menurut Ramida, keberadaan CU adalah cara masuk untuk sebuah agenda yang lebih besar, yaitu pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan posisi tawarnya di ruang publik maupun privat. Oleh karena itu, dalam pertemuan bulanan selalu ada tema yang dibahas, mulai dari sosialisasi cara pencontrengan surat suara hingga hubungan harmonis suami-istri.

”Semua anggota kami perempuan,” kata Ramida. Pertimbangannya, di kawasan ini sudah menjadi pemandangan biasa kalau para suami duduk di kedai kopi, sedangkan istri membanting tulang di ladang.

Kondisi ekonomi yang sulit memberikan beban yang lebih berat lagi untuk perempuan, dari menghidupi keluarga hingga melayani suami. Tradisi meletakkan perempuan sebagai obyek berbagai kekerasan, baik ekonomi maupun fisik. Peningkatan ekonomi perempuan berhubungan langsung dengan kesehatan dan tingkat pendidikan anak. Dengan demikian, diharapkan terjadi perbaikan pada generasi mendatang.

Awalnya takut
Semua itu tak mudah. Mariana br Sitinjak (43) yang tergabung dengan CU Marsada bercerita, ia mengajak 16 saudara dan kawannya bergabung di CU tahun 1999. Awalnya mereka takut kalau uang mereka dibawa lari. Keaktifannya di CU sempat ditentang sang suami.

Bahkan masyarakat, terutama kaum pria, memelesetkan CU menjadi ceda ulaan yang artinya ”kerjanya merusak saja”. Cerita lain, pernah seorang ibu diseret suaminya pulang saat tengah mengikuti pertemuan CU.

Tiga tahun setelah bergabung dengan CU, baru Mariana mendapat dukungan suami. Di pertemuan CU ia belajar bagaimana mengatur keuangan rumah tangga. Perempuan yang semula bekerja sebagai buruh tani berbayaran Rp 4.000 per hari ini perlahan bisa memperbaiki diri dan keluarga.

Kalau semula ia meminjam kepada rentenir di pasar dengan bunga puluhan persen, kini ia mengalihkannya kepada CU. Ia ingat, pinjaman pertamanya Rp 200.000 untuk membeli bibit jagung dan pupuk agar produksi jagungnya naik dari sekitar 1 kilogram menjadi 5 kilogram.
Perbaikan itu tak hanya pada sisi ekonomi keluarga. Berkat diskusi di CU, perempuan yang kini menjadi petugas CU Pesada Perempuan ini tahu bahwa ada anggaran dari pusat untuk perempuan dalam keuangan desa.

”Aku tanyalah kepada kepala desa, mana anggaran untuk PKK, kan ada itu dari pusat,” katanya.
CU Pesada Perempuan adalah dampingan organisasi pemberdayaan perempuan Sada Ahmo di Dairi, Sumatera Utara. Dengan 40 cabang CU di wilayah itu, asetnya mencapai Rp 3,138 miliar.
Masyarakat membuktikan, sistem pengelolaan dana mandiri di luar birokrasi bisa menjadi upaya penanggulangan kemiskinan. Ini tak sekadar membagi-bagikan uang yang bisa melestarikan budaya ketergantungan.

Kunjungi www.cibercentra.com untuk promosi dan iklan online gratis!

Ekonomi AS Membaik

ATLANTA, KOMPAS.com - Gubernur Bank Sentral AS Ben Bernanke di Atlanta, Selasa (14/4), menyatakan bahwa angka terakhir mengenai perumahan dan belanja konsumen menunjukkan kecepatan kontraksi atau penurunan aktivitas pada perekonomian sudah berkurang.

Bernanke mengatakan perekonomian AS pun lebih baik dibandingkan dengan perekonomian negara lain selama krisis ini. Bernanke juga mengatakan bahwa langkah-langkah khusus yang dilakukan Bank Sentral untuk mendukung pasar perumahan juga memberikan hasil.

”Belakangan ini kita melihat pertanda tentatif bahwa penurunan perekonomian, yang sempat tajam, mungkin sudah bisa dikatakan telah melemah penurunannya. Data penjualan perumahan, misalnya, demikian pula pembangunan rumah baru dan belanja konsumen, termasuk penjualan kendaraan bermotor baru, sudah mulai terjadi,” demikian pidato Bernanke di Morehouse College, Atlanta.

Beberapa data terakhir menunjukkan bahwa penurunan perekonomian sudah agak mereda. Akan tetapi, data pada Selasa lalu jauh dari menggembirakan. Data dari Departemen Perdagangan menyatakan bahwa penjualan ritel menurun 1,1 persen pada Maret, padahal sebelumnya diperkirakan akan naik 0,3 persen.

Bank Sentral AS juga telah menurunkan tingkat suku bunganya hingga 0 persen. Hal ini mendorong bank melakukan pengucuran kredit walau masih menderita kerugian besar.
Menjaga inflasi

Bernanke menyatakan, Bank Sentral akan mengubah arah kebijakan moneter jika dimungkinkan, untuk mencegah melambungnya tingkat inflasi. Dalam keadaan krisis, lazim dilakukan peluncuran kebijakan yang mempermudah penyaluran pinjaman. Namun, dalam keadaan ekonomi membaik, dilakukan pengetatan uang beredar untuk mencegah terjadinya tekanan inflasi.

”Bank Sentral dipastikan akan menaikkan kembali tingkat suku bunga pada waktu yang tepat dan tidak akan membiarkan tingkat suku bunga terlalu rendah dalam jangka waktu yang terlalu lama. Hal itu dapat menimbulkan efek samping lain setidaknya tingkat inflasi,” ujar Bernanke menjawab pertanyaan seorang mahasiswa.

”Kami memiliki sejumlah alat efektif yang akan membuat kita menyerap kelebihan likuiditas dan mulai menaikkan tingkat suku bunga pada waktu yang tepat,” ujar Bernanke.
”Hal itu bisa berupa penghapusan beberapa program khusus pinjaman. Tindakan ini akan dilakukan sebagai bagian dari strategi yang akan dilakukan segera, setelah perbaikan ekonomi mulai makin terlihat,” lanjut Bernanke.

Ekspor China membaik
Dari Beijing diberitakan bahwa kinerja ekspor membaik. Ini terlihat dari penampilan ekspor sepanjang kuartal pertama 2009 yang terlihat membaik. Hal ini adalah buah dari berbagai kebijakan yang mendorong ekspor.

”Kami yakin bahwa kinerja ekspor akan membaik secara perlahan, sebagaimana sudah mulai terlihat sepanjang kuartal pertama,” kata jubir Departemen Perdagangan China, Yao Jian, Rabu (15/4) di Beijing.

Ekspor pada Maret 2009 anjlok 17,1 persen dibandingkan dengan ekspor Maret 2008. Namun, angka kemerosotan Maret ini lebih rendah dari kemerosotan 25,7 persen pada Februari 2009, dibandingkan dengan Februari 2008. Kemerosotan ekspor Februari 2009 adalah yang terburuk dalam sepuluh tahun terakhir.

Yao mengatakan, penurunan ekspor terjadi karena menurunnya permintaan luar negeri, ketiadaan fasilitas pembiayaan perdagangan, dan proteksionisme global seiring dengan terjadinya krisis.

Untuk mendorong ekspor, Pemerintah China akan membantu perusahaan skala menengah dan kecil. Hal itu antara lain dilakukan dengan memberi bantuan perluasan jaringan, termasuk promosi merek-merek produk ekspor dari jenis usaha ini.

Lembaga perbankan, perusahaan asuransi, juga akan didorong memberi fasilitas pembiayaan. (Reuters/AFP/MON/joe)Sumber : Kompas Cetak


Kunjungi www.cibercentra.com untuk iklan dan promosi online anda!

Hemat Biaya Pakai "Wete"

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebanyakan orang menyiasati krisis saat ini dengan semangat hemat biaya. Makanya, industri seperti telekomunikasi pun menjawab dengan penawaran sama. Maka, seperti diungkapkan Direktur Sales & Marketing PT Sarindo Nusa Pratama yang menjadi pemegang merek D-One, Hartono Santoso, pihaknya meluncurkan telepon seluler (ponsel) SG-138 yang diklaim mampu menghemat biaya percakapan.

Hartono mengungkapkan, dalam catatan yang diterima Kompas.com, Rabu (15/4), jagoannya kali ini masuk dalam kategori push to talk (PTT) alias peranti yang bisa dimanfaatkan untuk berkomunikasi dengan jaringan GSM maupun sebagai walkie talkie (wete).

Nah, masyarakat sudah mafhum kalau berkomunikasi dengan wete sudah pasti bebas biaya. Cara penggunaannya pun cukup mudah. Silakan tekan tombol PTT selama sekitar 3-5 detik untuk memunculkan mode PTT. Setelah itu, hidupkan repeater dan pilih kanal yang mau digunakan untuk berkomunikasi oleh lawan bicara. Di ponsel seri ini, tersedia tujuh kanal dan komunikasi yang bisa dilakukan secara grup. Baku omong dengan wete bisa dilakukan pada areal 100 meter. “Ini peranti multifungsi,” kata Hartono.

Agar menjadi begitu terjangkau dengan isi kocek kalangan kebanyakan, ponsel yang memiliki fitur lain berupa fasilitas layar warna, ringtone polifonik, FM radio, dan Fake MP3/MP4 ini dibanderol di kisaran harga Rp 360.000 per unit. “Biar jadi ponsel ‘sejuta umat’,” imbuh Hartono.

Pada kesempatan sama, Sarindo juga membesut seri DG-738 untuk kelas high end. Seri ini adalah ponsel televisi dengan dua slot kartu GSM. Ponsel yang tampak langsing ini berkekuatan antara lain fitur kamera 1,3 megapiksel, MP3, berikut video. Di pasaran, konsumen tinggal menyiapkan fulus di bawah satu setengah juta rupiah untuk satu unitnya.XVD

kunjungi www.cibercentra.com untuk iklan dan promosi online anda!