Minggu, 14 Juni 2009

Tahun Ini, Dollar AS Jadi Kartu Liar untuk Saham

NEW YORK, KOMPAS.com — Dollar AS sepertinya menjadi faktor yang tidak bisa diprediksikan di pasar tahun ini di tengah ketakutan bahwa penerbitan surat utang pemerintah yang begitu besar bisa menggiring mata uang ini menjadi semakin loyo dan makin mengatrol inflasi.

Sama halnya dengan penguatan "si hijau", lebih jauh hal itu akan bisa mengikis pemulihan sektor yang berhubungan dengan komoditi dan memukul laba multinasional di seluruh dunia. "Untuk jangka pendek, dollar akan menjadi kartu yang cukup liar," kata Owen Fitzpatrick, Head of the US Equity Group Deutsche Bank. Menurutnya, ada begitu banyak variabel di luar yang ada saat ini; bahkan lebih banyak ketimbang di pasar lain.

"Level utang, permainan suku bunga, peningkatan komoditi. Ada begitu banyak hal lain yang harus kita khawatirkan saat ini dan itu adalah bagian dari alasan mengapa ada begitu banyak orang mencoba berjibaku dengan pasar saat ini," kata Fitzpatrick.

Kemarin, Dow Jones Industrial Average membukukan kenaikan sebesar 32 poin, atau naik sebesar 0,4 persen menjadi 8.770. Sementara itu, S&P 500 index mumbul 5 poin atau naik 0,6 persen, menjadi 944; dan Nasdaq Composite mengimbuhkan 9 poin atau naik 0,5 persen menjadi 1.862.Dollar index yang merupakan ukuran di AS terhadap enam mata uang utama lainnya berada di level 79,51.

Di tengah krisis finansial dan lantaran perekonomian dunia terjungkal ke dalam resesi, investor mulai mencari keselamatan atas nilai tukar mata uang dollar AS; membikin dollar AS makin perkasa hingga Maret lalu. Maret lalu, sejumlah perusahaan, seperti McDonald's, menyatakan bahwa penguatan dollar sebagai lompatan pendapatan di seluruh dunia akhirnya kembali lagi ke AS. Namun, Wall Street mengalami penguatan kembali pada bulan Maret lalu sebesar 40 persen dan dollar terjerembap lantaran para pemilik modal harus mengantongi risiko yang tak kecil.

Dollar yang melemah telah menyokong nilai komoditi yang berdenominasi dollar seperti minyak mentah dan juga emas. Amex oil index tersurung mumbul 34 persen antara 3 Maret dan 1 Juni 2009 lalu, ditenagai oleh peningkatan yang begitu besar oleh Marathon Oil Co. yang merangsek 50 persen selama periode tersebut dan Valero Energy yang juga naik 35 persen. Kalau sudah begini, apakah penguatan dollar adalah hal yang bagus? Komoditi juga reli di tengah prediksi bahwa perekonomian AS telah tertambal dan perekonomian global tidak akan tertinggal jauh di belakang.

Namun, minggu lalu, secara tidak biasa "si hijau" mulai menguat setelah laporan di bursa tenaga kerja jauh lebih baik dari yang diprediksikan semula di bulan Mei. Seiring dengan saham di Wall Street yang mulai menunjukkan keraguan sejak awal Juni, dollar AS justru mulai stabil dan makin bertenaga. Senin minggu ini, McDonald's kembali memperingatkan tentang dampak dollar AS. Gerai cepat saji ini menyatakan bahwa, jika tingkat nilai tukar mata asing mendekati level yang ada saat ini, maka akan mengikis pendapatan di kuartal kedua sebesar 8 atau 9 sen per saham dan menggebuk pendapatan selama setahun sebesar 20 sen per saham. (Femi Adi Soempeno/Kontan)

Kotler: Kondisi Ekonomi Tidak Akan Normal

JAKARTA, KOMPAS.com — Saat ini kita sedang memasuki masa resesi. Krisis ekonomi terjadi lagi secara global, tak terkecuali imbasnya terasa sampai Indonesia. Resesi ini pun diramalkan akan berlangsung selama 10 tahun ke depan dan kondisi tidak akan kembali seperti sebelumnya.

"Yang jelas, kita tidak akan kembali ke periode normal," kata bapak marketing dunia, Philip Kotler, dalam Seminar Marketing in Turbulent Times di Jakarta, Rabu (27/5).
Namun, menurutnya, kita tidak usah khawatir akan hal tersebut. "Yang terpenting adalah meminimalkan turbulensi. Yang kita butuhkan adalah manajemen sistem baru untuk perusahaan, yaitu dengan antisipasi turbulensi melalui chaotic management system," tutur Philip.

Hal lain yang juga direkomendasikan Kotler dalam menghadapi resesi ini adalah menggunakan kekuatan ekonomi sebagai potensi dan kesempatan untuk mengembangkan bisnis melalui konsep-konsep baru yang dikembangkan.ONE

Resesi AS Segera Berakhir?

WASHINGTON, KOMPAS.com - Setelah hampir setahun lebih mendengar kabar buruk, mungkin ini merupakan salah satu kabar baik terkait perekonomian global. Para ekonom menilai, adanya sejumlah data industri manufaktur dan perumahan yang dirilis pada minggu ini memberikan suatu bukti bahwa resesi yang tengah mengempit perekonomian AS dalam beberapa bulan ke depan akan menyentuh level terendahnya.

“Dengan adanya penutupan Chrysler dan GM, kondisi masih akan terlihat buruk. Kendati demikian, kita sudah hampir menyentuh level terendah dari resesi, yang kemungkinan besar akan kita alami dalam beberapa bulan ke depan,” jelas Joel Naroff, President Naroff Economic Advisors di Holland, Pennsylvania.

Berdasarkan prediksi 68 ekonom yang disurvei Bloomberg, adanya penurunan sebesar 1 persen dalam produksi industri di Mei lalu disebabkan oleh adanya penutupan sejumlah pabrik otomotif yang menyebabkan adanya kenaikan di sejumlah sektor lain. Data lainnya kemungkinan akan menunjukkan adanya perbaikan di industri perumahan seiring dengan mulai stabilnya penjualan dan meningkatnya indeks harga konsumen.

Sementara itu, bangkrutnya Chrysler LLC dan General Motors Corp kemungkinan masih akan terus membayangi perekonomian dalam beberapa bulan ke depan, meskipun sudah ada perbaikan di beberapa sektor lain. Para ekonom juga menilai, melorotnya harga perumahan, tingkat suku bunga kredit perumahan di rekor terendah dan kredit pajak bagi pembeli pertama, akan membantu mengakhiri keanjlokan sektor perumahan dalam tujuh dekade terakhir.

Masih berdasarkan survei para ekonom, diketahui bahwa kapasitas pabrik kemungkinan besar akan mengalami penurunan menjadi 68,4 persen, yang merupakan terendah sejak 1967.
Seperti yang diketahui, pada 1 Mei lalu, Chrysler sudah menutup seluruh pabriknya. Kondisi serupa juga dialami oleh GM di mana pada 1 Juni lalu, produsen otomotif terbesar AS ini menghentikan operasional 14 pabrik dan mengajukan proteksi kepailitan. (Barratut Taqiyyah/Kontan)